JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Hanafi Rais berpendapat, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme patut dipertimbangkan.
Hanafi mengatakan, ketentuan pelibatan TNI bisa diatur dalam RUU Antiterorisme dengan porsi yang tepat.
"Keterlibatan TNI menurut saya patut dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam RUU Antiterorisme ini dalam porsi yang tepat," ujar Hanafi saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/1/2018).
Baca juga: Pansus RUU Antiterorisme Minta Pemerintah Satu Suara soal Pelibatan TNI
Menurut Hanafi, Pansus telah memberikan usulan bahwa lembaga yang menjadi leading sector penanggulangan terorisme, yakni Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), membuat skala ancaman terorisme, dari tingkat rendah, tinggi hingga darurat.
Mencontoh undang-undang yang diterapkan di Inggris, skala ancaman tersebut akan mengatur sejauh mana keterlihatan TNI dalam penanggulangan terorisme.
Hanafi mencontohkan, skala ancaman terorisme yang dinilai darurat dengan fenomena ISIS di Filipina Selatan.
"Ketika tingkat ancaman itu sudah pada level yang sangat tinggi, bahkan darurat maka tentu TNI bisa masuk di sana dan hanya tni yang bisa bergerak," kata dia.
Baca juga: Pemerintah-DPR Sepakat Hapus Pasal Guantanamo dari RUU Antiterorisme
Di sisi lain, kata Hanafi, pengerahan TNI dalam penanggulangan terorisme harus tetap melalui keputusan politik, yakni keputusan Presiden dan persetujuan DPR.
Secara teknis, BNPT akan memberikan masukan kepada Presiden apakah TNI perlu dilibatkan dalam menanggulangi suatu ancaman terorisme.
"Kalau nanti Presiden menyetujui, bisa kemudian dibawa ke DPR untuk mendapatkan persetujuan politik," kata Hanafi.