JAKARTA, KOMPAS.com - DPR akhirnya memiliki ketua definitif setelah sebulan lamanya dijabat oleh Pelaksana Tugas.
Bambang Soesatyo (Bambsoet) resmi menjabat Ketua DPR setelah dilantik Senin (15/1/2018) kemarin.
Bamsoet ditunjuk Golkar sebagai Ketua DPR menggantikan pendahulunya, Setya Novanto, yang kini menjadi terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP.
Penunjukan Bamsoet sebagai Ketua DPR mendapat kritikan lantaran ia pernah menjadi anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun saat ini Bamsoet telah ditarik keanggotaannya dari Pansus.
Pemberian mandat kepada Bamsoet sebagai Ketua DPR juga dinilai antiklimaks terhadap slogan "Golkar Bersih" yang diusung Ketua Umum Golkar yang baru, Airlangga Hartarto.
Keterlibatan Bamsoet dalam Pansus Angket KPK dinilai tak sejalan dengan slogan "Golkar Bersih" tersebut.
(Baca juga: Jokowi Hormati Penunjukan Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR)
Hal itu disampaikan oleh pengamat politik dari PARA Syndicate Ari Nurcahyo.
Ari bahkan menyebut penunjukan Bamsoet sebagai Ketua DPR merupakan bunuh diri politik yang dilakukan Golkar dan DPR.
Disebut-sebutnya Bamsoet dalam rangkaian proses hukum dalam kasus korupsi e-KTP menjadi penyebabnya.
"Golkar menjadi tidak sesuai janjinya, bersih. Kehadiran Airlangga sebagai ketua umum itu sudah merepresentasikan Golkar baru, bersih, dan muda. Ini harusnya ditransformasikan ke Ketua DPR. Sosoknya juga harus baru, muda dan bersih," ujar Ari saat ditemui di Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2018).
"Kalau Golkar tidak menunjuk sosok yang demikian, itu akan menjadi bunuh diri politik namanya," kata dia.
(Baca juga: Jadi Ketua DPR, Bambang Soesatyo Jamin Tak Ada Revisi UU KPK)
Ari menilai ada kelemahan yang sama antara Novanto dan Bamsoet terkait citra publik. Keduanya menurut Ari dipersepsikan publik terkait dengan kasus korupsi e-KTP, meskipun Bamsoet tidak terbukti terlibat.
Nama Bamsoet sebelumnya pernah disebut oleh penyidik KPK Novel Baswedan dalam sidang di Pengadilan Tipikor sebagai pihak yang turut menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.
Menurut Miryam kepada penyidik, para koleganya di DPR tersebut melontarkan ancaman terkait pembagian uang proyek e-KTP. Mereka menginginkan Miryam tak menyebutkan adanya pembagian uang.
"Pengganti Novanto itu harusnya antitesis dari dia, kebalikan dari Novanto sendiri," ujar Ari.
Jamin KPK-DPR harmonis
Kritik senada disampaikan pengamat politik Jerry Sumampouw.
Ia khawatir hubungan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali tidak harmonis jika Bambang Soesatyo alias Bamsoet menjadi Ketua DPR, lantaran Bamsoet pernah menjadi anggota Pansus Angket KPK.
Bahkan, kata dia, Bamsoet juga sempat dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi e-KTP namun tak hadir karena tengah mengikuti Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
"Bulan lalu saja, beliau ini dipanggil KPK dan tidak hadir. Lembaga DPR ini harus dipimpin sosok yang bersih," ujar Jerry.
(Baca juga: Bambang Soesatyo Dilantik Jadi Ketua DPR, Ini Tanggapan KPK)
KPK menyatakan akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap politisi Golkar Bambang Soesatyo terkait kasus e-KTP.
"Terkait kapan penjadwalan ulang kami akan informasikan lagi setelah ada informasi kebutuhan dari penyidik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/1/2018).
Pada Rabu 20 Desember 2017 lalu, Bamsoet tidak memenuhi panggilan saat itu pada pemeriksaannya sebagai saksi untuk mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, salah satu tersangka kasus e-KTP.
Saat itu, Bamsoet tidak hadir pemeriksaan dengan alasan ada kegiatan partai. Meski Bamsoet kini menjabat sebagai Ketua DPR, KPK tidak menganggap hal tersebut akan menghalangi proses pemeriksaan di KPK.
"Saya kira proses hukum akan berjalan di koridor hukum saja. Rel nya akan berbeda, secara politik silahkan saja. Dan tahapan yang sudah dilakukan kalau memang ada kebutuhan-kebutuhan proses pemeriksaan, tentu itu sepenuhnya tergantung proses penyidikan yang berlaku saat ini," ujar Febri.
Namun, Bamsoet membantah semua keraguan tersebut. Ia menjamin akan membangun hubungan baik dengan KPK dan tak akan merevisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK di kala memimpin DPR.
(Baca juga: Usai Dilantik, Bambang Soesatyo Singgung Masalah Korupsi di DPR)
Bamsoet menuturkan bahwa saat ini Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyusun kesimpulan dan rekomendasi.
Menurut Bamsoet, rekomendasi yang tengah disusun tersebut merupakan langkah-langkah dalam memajukan KPK.
Ia menegaskan, dalam rekomendasi tersebut pansus tidak akan mendorong perubahan atau revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
Menurut dia, di tengah berbagai agenda politik seperti pilkada serentak dan berlangsungnya tahapan pemilu legislatif dan presiden, revisi UU KPK tidak menjadi prioritas.
"Saya jamin tidak ada usulan atau rekomendasi untuk perubahan UU KPK," kata Bambang.
"Karena waktu mepet juga, tinggal 18 bulan kita disibukkan dengan pilkada, pileg, dan pilpres. Enggak ada waktu lagi. Prolegnas banyak yang harus diselesaikan, jadi tidak menjadi skala prioritas untuk itu," ucapnya.
Sebagaimana diketahui, DPR telah memiliki tiga Ketua DPR pada periode 2014-2019. Artinya sudah tiga kali terjadi pergantian Ketua DPR. Dengan disebut-sebutnya nama Bamsoet dalam kasus korupsi e-KTP, ke depannya, akankah Ketua DPR kembali berganti?