Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Bambang Soestayo Vs Representasi Slogan "Golkar Bersih"

Kompas.com - 16/01/2018, 08:43 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - DPR akhirnya memiliki ketua definitif setelah sebulan lamanya dijabat oleh Pelaksana Tugas.

Bambang Soesatyo (Bambsoet) resmi menjabat Ketua DPR setelah dilantik Senin (15/1/2018) kemarin.

Bamsoet ditunjuk Golkar sebagai Ketua DPR menggantikan pendahulunya, Setya Novanto, yang kini menjadi terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP.

Penunjukan Bamsoet sebagai Ketua DPR mendapat kritikan lantaran ia pernah menjadi anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meskipun saat ini Bamsoet telah ditarik keanggotaannya dari Pansus.

Pemberian mandat kepada Bamsoet sebagai Ketua DPR juga dinilai antiklimaks terhadap slogan "Golkar Bersih" yang diusung Ketua Umum Golkar yang baru, Airlangga Hartarto.

Keterlibatan Bamsoet dalam Pansus Angket KPK dinilai tak sejalan dengan slogan "Golkar Bersih" tersebut.

(Baca juga: Jokowi Hormati Penunjukan Bambang Soesatyo sebagai Ketua DPR)

 

Hal itu disampaikan oleh pengamat politik dari PARA Syndicate Ari Nurcahyo.

Ari bahkan menyebut penunjukan Bamsoet sebagai Ketua DPR merupakan bunuh diri politik yang dilakukan Golkar dan DPR.

Disebut-sebutnya Bamsoet dalam rangkaian proses hukum dalam kasus korupsi e-KTP menjadi penyebabnya.

"Golkar menjadi tidak sesuai janjinya, bersih. Kehadiran Airlangga sebagai ketua umum itu sudah merepresentasikan Golkar baru, bersih, dan muda. Ini harusnya ditransformasikan ke Ketua DPR. Sosoknya juga harus baru, muda dan bersih," ujar Ari saat ditemui di Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (15/1/2018).

"Kalau Golkar tidak menunjuk sosok yang demikian, itu akan menjadi bunuh diri politik namanya," kata dia.

(Baca juga: Jadi Ketua DPR, Bambang Soesatyo Jamin Tak Ada Revisi UU KPK)

Ari menilai ada kelemahan yang sama antara Novanto dan Bamsoet terkait citra publik. Keduanya menurut Ari dipersepsikan publik terkait dengan kasus korupsi e-KTP, meskipun Bamsoet tidak terbukti terlibat.

Nama Bamsoet sebelumnya pernah disebut oleh penyidik KPK Novel Baswedan dalam sidang di Pengadilan Tipikor sebagai pihak yang turut menekan mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani.

Menurut Miryam kepada penyidik, para koleganya di DPR tersebut melontarkan ancaman terkait pembagian uang proyek e-KTP. Mereka menginginkan Miryam tak menyebutkan adanya pembagian uang.

"Pengganti Novanto itu harusnya antitesis dari dia, kebalikan dari Novanto sendiri," ujar Ari.

 

Jamin KPK-DPR harmonis

Kritik senada disampaikan pengamat politik Jerry Sumampouw.

Ia khawatir hubungan DPR dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali tidak harmonis jika Bambang Soesatyo alias Bamsoet menjadi Ketua DPR, lantaran Bamsoet pernah menjadi anggota Pansus Angket KPK.

Bahkan, kata dia, Bamsoet juga sempat dipanggil KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi e-KTP namun tak hadir karena tengah mengikuti Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.

"Bulan lalu saja, beliau ini dipanggil KPK dan tidak hadir. Lembaga DPR ini harus dipimpin sosok yang bersih," ujar Jerry.

(Baca juga: Bambang Soesatyo Dilantik Jadi Ketua DPR, Ini Tanggapan KPK)

KPK menyatakan akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap politisi Golkar Bambang Soesatyo terkait kasus e-KTP.

"Terkait kapan penjadwalan ulang kami akan informasikan lagi setelah ada informasi kebutuhan dari penyidik," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/1/2018).

Pada Rabu 20 Desember 2017 lalu, Bamsoet tidak memenuhi panggilan saat itu pada pemeriksaannya sebagai saksi untuk mantan Dirut PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, salah satu tersangka kasus e-KTP.

Saat itu, Bamsoet tidak hadir pemeriksaan dengan alasan ada kegiatan partai. Meski Bamsoet kini menjabat sebagai Ketua DPR, KPK tidak menganggap hal tersebut akan menghalangi proses pemeriksaan di KPK.

"Saya kira proses hukum akan berjalan di koridor hukum saja. Rel nya akan berbeda, secara politik silahkan saja. Dan tahapan yang sudah dilakukan kalau memang ada kebutuhan-kebutuhan proses pemeriksaan, tentu itu sepenuhnya tergantung proses penyidikan yang berlaku saat ini," ujar Febri.

Namun, Bamsoet membantah semua keraguan tersebut. Ia menjamin akan membangun hubungan baik dengan KPK dan tak akan merevisi Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK di kala memimpin DPR.

(Baca juga: Usai Dilantik, Bambang Soesatyo Singgung Masalah Korupsi di DPR)

Bamsoet menuturkan bahwa saat ini Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyusun kesimpulan dan rekomendasi.

Menurut Bamsoet, rekomendasi yang tengah disusun tersebut merupakan langkah-langkah dalam memajukan KPK.

Ia menegaskan, dalam rekomendasi tersebut pansus tidak akan mendorong perubahan atau revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Menurut dia, di tengah berbagai agenda politik seperti pilkada serentak dan berlangsungnya tahapan pemilu legislatif dan presiden, revisi UU KPK tidak menjadi prioritas.

"Saya jamin tidak ada usulan atau rekomendasi untuk perubahan UU KPK," kata Bambang.

"Karena waktu mepet juga, tinggal 18 bulan kita disibukkan dengan pilkada, pileg, dan pilpres. Enggak ada waktu lagi. Prolegnas banyak yang harus diselesaikan, jadi tidak menjadi skala prioritas untuk itu," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, DPR telah memiliki tiga Ketua DPR pada periode 2014-2019. Artinya sudah tiga kali terjadi pergantian Ketua DPR. Dengan disebut-sebutnya nama Bamsoet dalam kasus korupsi e-KTP, ke depannya, akankah Ketua DPR kembali berganti?

Kompas TV Siapapun yang ditunjuk menjadi ketua DPR, memiliki tanggung jawab berat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com