JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fahri Hamzah berharap partai-patai politik (parpol) segera mengumumkan kandidat yang akan diusung dalam Pilpres 2019 ke publik, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas pencalonan presiden.
Fahri menuturkan, akibat putusan MK tersebut pilihan masyarakat menjadi terbatas.
“Karena itu, untuk mengurangi atau menutup celah kerugian masyarakat itu, segeralah parpol itu mengumumkan siapa kandidatnya. Ini yang harus dilakukan karena harus keliling. Jangan kemudian diam. Last minute (baru umumkan),” kata Fahri ditemui di sela-sela diskusi di Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Fahri lebih lanjut mengatakan, seharusnya pascaputusan MK, parpol segera membangun koalisi. Dengan demikian, masyarakat bisa mengenal kandidat calon presiden sejak awal.
Baca juga : Melihat Peta Politik Pilpres 2019 Pascaputusan MK soal Presidential Threshold
Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Chaniago menuturkan tentu ada pihak yang merasa kecewa dengan putusan MK soal ambang batas pencalonan presiden ini. Akan tetapi, ada juga yang merasa senang dan diuntungkan.
Pangi mengatakan, ada-tidaknya ambang batas pencalonan presiden tersebut memang membawa risiko masing-masing. Bila ambang batas pencalonan presiden nol, maka persaingan akan makin kompetitif dan dinamis.
“Calon akan lebih banyak. Tetapi dengan ambang batas 20 persen, saya perkirakan hanya dua sampai tiga poros,” jelas Pangi.
Baca juga : Presidential Threshold, Siap-siap Calon Presiden Tunggal...
Tidak hanya soal syarat kursi/suara saja yang berat, Pangi menambahkan dari sisi elektabilitas, sulit ditemukan kandidat lain di luar dua poros Joko Widodo dan Prabowo.
“Nah apakah akan muncul poros alternatif atau kuda hitam, itu yang kita tunggu siapa namanya. Karena secara racikan elektoral, baik elektabilitas, akseptabilitas, dan popularitas sepertinya belum ada yang menonjol kecuali Jokowi dan Prabowo,” lanjut Pangi.
Akan tetapi, apabila ambang batas nol diloloskan, bisa jadi ada presiden terpilih, namun tidak memiliki partai yang kuat di parlemen.
“Misalnya Pak Hary Tanoe dia terpilih. Tetapi partainya belum tentu lolos parliamentary threshold. Kan rumit juga, jadi presiden tapi anggota parlemennya enggak ada,” pungkasnya.