JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menegaskan bahwa pihaknya akan mengantisipasi terjadinya politik uang dalam Pilkada 2018.
Ia mengatakan, kesadaran demokrasi masyarakat Indonesia belum utuh sepenuhnya.
Segelintir orang masih menghalalkan adanya politik uang, baik pihak penguasa maupun masyarakat sipil.
"Masyarakat jangan hanya berorientasi pilih kepala daerah yang hanya bayar saja, tapi karena programnya," ujar Tito di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/1/2018).
Oleh karena itu, Tito menganggap perlu adanya langkah pencegahan agar masyarakat tidak mudah tergiur uang dari calon kepala daerah.
Begitu juga pendidikan terhadap partai politik agar kekuasaan tak diperoleh dengan mahar politik.
"Kedua, calon kepala daerah tidak harus menyiapkan dana besar untuk bayar sana sini," kata Tito.
(Baca juga : Dedi Mulyadi dan Ridwan Kamil Dianggap Kepala Daerah Terpegah 2017)
Tito mengaku telah berkoordinasi dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membentuk satuan tugas politik uang.
Satgas tersebut nantinya akan lebih memaksimalkan penindakan pelaku politik uang, baik pemberi maupun penerima.
Tito mengatakan, sistem pemilihan kepala daerah saat ini punya sisi positif. Masyarakat memiliki hak politik untuk memilih sendiri calon kepala daerahnya.
Namun, di sisi lain, hal tersebut dimanfaatkan segelintir orang yang belum memahami betul hak politik dalam demokrasi.
"Saya pernah jadi Kapolda Papua, masyarakat kadang tidak melihat program. Yang penting datang ke sini bawa uang enggak. Di Jakarta itu juga bisa terjadi, masyarakat bawah tidak paham program ini, itu," kata Tito.
"Tujuan kita menekan money politic agar hasil Pilkada demokrasi kita lebih berkualitas," lanjut dia.