Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fadli Zon: Pada 2017, Politik Identitas Dipancing Ketidakadilan Sosial

Kompas.com - 30/12/2017, 15:36 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon memandang politik identitas menjadi salah satu isu yang perlu disoroti sepanjang 2017.

Fadli menyinggung kontestasi Pilkada DKI Jakarta yang diwarnai oleh isu politik identitas, terutama politisasi isu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Wajah dunia politik kita sepanjang tahun 2017 sepertinya sangat dipengaruhi oleh wajah Pilkada DKI," ujar Fadli melalui keterangan tertulis, Sabtu (30/12/2017).

"Hampir seluruh isu yang mewarnai Pilkada DKI, mulai dari isu SARA, politik identitas, atau isu hoaks, yang oleh pengamat di-frame sebagai kebangkitan populisme kanan, kemudian bergema secara nasional," kata dia.

(Baca juga: Politik Identitas Dikhawatirkan Terulang pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019)

Bangkitnya wacana politik identitas, menurut Fadli, pantas membuat seluruh pihak berkaca diri, sebab erat kaitannya dengan dengan proses aksi-reaksi di masyarakat.

"Kita mesti bertanya, apa yang telah membuat politik identitas seolah kembali bangkit belakangan ini?" ujar dia.

Ilustrasi Politik KotorKOMPAS Ilustrasi Politik Kotor
Fadli menilai, bangkitnya politik identitas bukan berangkat dari tergerusnya komitmen terhadap kebinekaan, namun dipancing oleh kondisi ketidakadilan sosial.

Politisi Partai Gerindra itu pun mengingarkan bahwa indeks ketimpangan ekonomi tertinggi sepanjang sejarah Indonesia adalah pada masa pemerintahan Joko Widodo.

"Menurut studi Amy Chua, pasar bebas dan demokrasi yang hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat sangat rentan melahirkan konflik dan instabilitas. Jadi, soal ketimpangan ekonomi ini memang tidak bisa diabaikan," ujarnya.

(Baca juga: Politik Identitas Mengubur Rasionalitas Pemilih)

Di samping itu, ia menilai bentutan kultural juga bisa menjadi pemicu munculnya populisme. Ini termasuk pada momentum Pilkada DKI Jakarta.

Fadli menambahkan, Jakarta memiliki jejak historis yang panjang. Ketika jejak historis dipinggirkan dan dikaburkan, maka ada resistensi dari sekelompok orang.

"Entah secara sengaja maupun tak sengaja, sedang coba dikuburkan melalui sejumlah agenda ekonomi dan politik ruang oleh Gubernur DKI yang lama. Tentu akan ada resistensi dari mereka yang merasa terikat pada identitas-identitas tradisional tersebut," kata politisi berdarah Minangkabau itu.

Ia berharap, pemerintah bisa menjaga situasi agar tetap kondusif jelang tahun politik. Ruang publik, menurut dia, seharusnya bisa bebas dari hoaks dan ujaran kebencian.

Meskipun, ia melihat kadang kala justru pemerintah menjadi pihak yang ikut memperkeruh suasana.

Misalnya, pada kasus Saracen. Kasus tersebut diungkap oleh kepolisian seolah kasus tersebut terkait industri hoaks dan penyebar kebencian di media sosial. Namun, Fadli mempertanyakan tuduhan-tuduhan tersebut justru tak ada yang masuk dakwaan jaksa di pengadilan.

"Artinya tuduhan-tuduhan tadi sama sekali tidak bisa dibuktikan. Kita tentu berharap agar ke depannya Polri bisa lebih profesional dan fair dalam menjalankan tugasnya, agar tidak memancing spekulasi dan berkembangnya fitnah di masyarakat," kata Fadli.

(Baca juga : Terungkapnya Saracen Seharusnya Bikin Pengguna Internet Waspadai Informasi Dunia Maya )

Menurut dia, langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah menata kembali kebijakan ekonomi dan politik. Ini termasuk tata ruang yang lebih adil serta mengakomodasi kepentingan kelompok yang termarjinalkan.

Fadli juga menyinggung adanya dugaan kriminalisasi ulama yang justru berpotensi memperkuat perlawanan politik identitas.

"Menguatnya politik identitas mestinya dijawab oleh pemerintah dengan kebijakan yang yang berorientasi pada keadilan sosial, bukan dijawab dengan represi dan produksi stigma," kata politisi kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971 itu.

Kompas TV Politik SARA dan ujaran kebencian di media sosial menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan Pilkada tahun depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com