Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formappi: Sulit Menganggap Pengunduran Diri Novanto sebagai Pertanggungjawaban

Kompas.com - 10/12/2017, 09:31 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, Lucius Karus, menilai, surat penggunduran diri Setya Novanto dari Ketua DPR perlu dicek kebenarannya.

Kalaupun surat tersebut benar, ia menganggap langkah Novanto sudah terlambat untuk dianggap sebagai sesuatu yang tepat.

"Saya kira sudah sangat terlambat untuk dianggap sebagai sebuah langkah tepat dari Novanto karena menyadari tindakannya yang tidak pantas sebagai anggota ataupun Ketua DPR," kata Lucius kepada Kompas.com, Minggu (10/12/2017).

(Baca juga: Melalui Surat, Setya Novanto Mengundurkan Diri sebagai Ketua DPR)

Lucius berpendapat bahwa jika mau dianggap beretika, seharusnya Novanto mundur sejak awal proses hukum yang melibatkannya. Kenyataannya, Novanto berjuang dengan segala macam cara untuk lolos dari proses hukum.

"Bahkan, dia tampak mencoba menghindari proses hukum ketika dia dicari penyidik KPK ke rumahnya. Dia juga membuat banyak tindakan lain yang semakin menunjukkan kesan ketidakpatuhannya pada proses hukum," ujar Lucius.

Dari rangkaian proses yang dilalui Novanto, Lucius belum melihat Ketua Umum Golkar itu sadar tindakannya sudah menodai kehormatan DPR sebagai lembaga negara dan mencederai fungsinya sebagai wakil rakyat.

Lucius menduga, pengunduran diri dilakukan Novanto setelah mengetahui bahwa dia hampir pasti sudah tak punya lagi amunisi untuk tetap bertahan sebagai Ketua DPR. Hal ini menurut dia mirip ketika Novanto terjerat kasus pencatutan nama presiden dalam kasus Freeport.

"Dengan demikian, sulit menganggap surat pengunduran diri Novanto merupakan bentuk pertanggungjawaban moralnya terkait posisinya sebagai tersangka korupsi KTP elektronik," ujar Lucius.

Dalam kasus Freeport, Novanto mengundurkan diri setelah mengetahui bahwa keputusan pemberhentian karena pelanggaran etik yang dilakukannya hampir pasti akan diputuskan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) saat itu.

Setelah Novanto mundur, MKD gagal memutuskan pemberhentian terhadapnya dari posisi Ketua DPR.

Lucius menduga, strategi yang sama dilakukan Novanto. Langkah ini dilakukan karena Novanto menyadari bahwa dalam hitungan hari, perkaranya sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor. Itu artinya statusnya akan menjadi terdakwa.

"Menurut UU MD3, status terdakwa sudah bisa menjadi alasan pemberhentian Novanto," ujar Lucius.

Surat pengunduran diri tersebut dianggapnya bertambah aneh ketika di dalamnya ada perintah terkait sosok yang akan menggantikannya. Dengan menyatakan mundur sebagai Ketua DPR, seharusnya Novanto kehilangan kekuasaan sebagai pimpinan DPR.

(Baca juga: Setya Novanto Disebut Tunjuk Aziz Syamsuddin untuk Jadi Ketua DPR)

"Tetapi, di sisi lain, dengan adanya perintah menunjuk Aziz Syamsuddin sebagai penggantinya, Novanto mau mengatakan bahwa dia masih berkuasa," ujar Lucius.

Lucius menyatakan, DPR tak perlu mendengarkan, apalagi menuruti perintah Setya Novanto. Legitimasi Novanto dianggap sudah hilang karena hampir pasti pemberhentian terhadapnya bisa dilakukan karena statusnya sudah menjadi terdakwa.

"DPR tak bisa diatur-atur oleh seseorang yang sudah ditahan karena dugaan melakukan kejahatan korupsi. DPR adalah lembaga terhormat dan hanya layak dipimpin orang terhormat," ujarnya.

Sabtu (9/12/2017), Ketua Koordinator Bidang Kesejahteraan Masyarakat DPP Partai Golkar Roem Kono membenarkan adanya surat pengunduran diri Novanto dari jabatan Ketua DPR.

"Memang sudah ada pemberitahuan secara tidak resmi bahwa memang betul ada surat putusan dari Ketua Umum Setya Novanto menunjuk Saudara Aziz," ujar Roem seusai acara diskusi di Senayan, Jakarta.

Surat pengunduran diri Novanto ini juga telah disampaikan Ketua Fraksi Golkar Robert Kardinal dalam pertemuan dengan sejumlah fraksi di DPR, Jumat (8/12/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com