Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Persoalkan "Nebis In Idem" dalam Perkara Setya Novanto

Kompas.com - 07/12/2017, 13:51 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP Setya Novanto, melalui pengacaranya, Ketut Mulya Arsana, mempersoalkan nebis in idem oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK dua kali menjerat Ketua DPR itu sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Pada penetapan pertama, status tersangka Novanto digugurkan hakim praperadilan Cepi Iskandar.

"Kami hanya melihat ada hal yang sama, yang diperlakukan sama, ditetapkan sama, padahal itu sudah diputus dalam praperadilan terdahulu," ujar Ketut, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).

Baca: Pengacara Singgung Putusan Praperadilan yang Gugurkan Status Tersangka Novanto

Dalam hukum pidana di Indonesia, asas ini dapat ditemukan pada Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Ketut Mulya Arsana, pengacara Ketua DPR Setya Novanto usai sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2017).Kompas.com/Robertus Belarminus Ketut Mulya Arsana, pengacara Ketua DPR Setya Novanto usai sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Kamis (30/11/2017).
Dengan demikian, menurut Ketut, KPK tidak bisa menetapkan Novanto untuk kedua kalinya dalam kasus yang sama setelah diuji keabsahannya oleh hakim praperadilan.

Hal tersebut juga dicantumkan dalam salah satu petitum dalam sidang praperadilan hari ini.

"Secara universal aturan itu ada. Jadi tidak boleh dipermasalahkan dua kali dengan permasalahan yang sama jika permasalahan itu sudah diputus oleh peradilan," kata Ketut.

Ketut mengatakan, dalam proses persidangan akan terlihat apakah KPK bisa menghadirkan bukti yang berbeda untuk menjerat kliennya. 

Baca: Hakim Kasus Novanto Sebut Praperadilan Gugur Setelah Dakwaan Dibacakan

Selanjutnya, kata dia, hakim yang akan menguji apakah KPK kali ini sudah memenuhi prosedur untuk penetapan tersangka atau tidak.

"Kita akan uji di persidangan. Kan yang beredar info banyak banget berkasnya. Itu apa kan kita tidak tahu," kata Ketut.

Dengan kesamaan kasus dan pasal yang disangkakan terhadap Novanto, maka isi petitum yang disusun tim kuasa hukum juga tak berbeda dengan praperadilan sebelumnya.

"Yang terpenting, kami kan menguji bukti dari KPK. Karena kan praperadilan itu menguji produk hukum dari mereka," lanjut dia.

Baca juga: Satu Troli Berkas Perkara Setya Novanto Tiba di Pengadilan Tipikor

Halaman:


Terkini Lainnya

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com