KPK dua kali menjerat Ketua DPR itu sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
Pada penetapan pertama, status tersangka Novanto digugurkan hakim praperadilan Cepi Iskandar.
"Kami hanya melihat ada hal yang sama, yang diperlakukan sama, ditetapkan sama, padahal itu sudah diputus dalam praperadilan terdahulu," ujar Ketut, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
Baca: Pengacara Singgung Putusan Praperadilan yang Gugurkan Status Tersangka Novanto
Dalam hukum pidana di Indonesia, asas ini dapat ditemukan pada Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Hal tersebut juga dicantumkan dalam salah satu petitum dalam sidang praperadilan hari ini.
"Secara universal aturan itu ada. Jadi tidak boleh dipermasalahkan dua kali dengan permasalahan yang sama jika permasalahan itu sudah diputus oleh peradilan," kata Ketut.
Ketut mengatakan, dalam proses persidangan akan terlihat apakah KPK bisa menghadirkan bukti yang berbeda untuk menjerat kliennya.
Baca: Hakim Kasus Novanto Sebut Praperadilan Gugur Setelah Dakwaan Dibacakan
Selanjutnya, kata dia, hakim yang akan menguji apakah KPK kali ini sudah memenuhi prosedur untuk penetapan tersangka atau tidak.
"Kita akan uji di persidangan. Kan yang beredar info banyak banget berkasnya. Itu apa kan kita tidak tahu," kata Ketut.
Dengan kesamaan kasus dan pasal yang disangkakan terhadap Novanto, maka isi petitum yang disusun tim kuasa hukum juga tak berbeda dengan praperadilan sebelumnya.
"Yang terpenting, kami kan menguji bukti dari KPK. Karena kan praperadilan itu menguji produk hukum dari mereka," lanjut dia.
KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada 10 November 2017.
Dalam kasus itu, KPK menduga Novanto bersama sejumlah pihak menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Ketut menganggap, penetapan tersebut menentang putusan hakim tunggal praperadilan sebelumnya.
Menurut dia, penetapan tersangka Novanto tidak sah dan tidak berdasar hukum karena sudah ada putusan berkekuatan hukum sebelumnya.
"Karena yang jadi dasar penetapan tersangka adalah objek yang sama, subjek yamg sama, proses yang sama, barang bukti yang sama, dan sangkaan pidana yang sama pula," kata Ketut.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/07/13511641/pengacara-persoalkan-nebis-in-idem-dalam-perkara-setya-novanto