Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Harus Kutuk Langkah Trump Akui Yerusalem Ibu Kota Israel

Kompas.com - 07/12/2017, 11:16 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dinilai melanggar hukum internasional dan membahayakan proses perdamaian di Timur Tengah.

Sebab, Dewan Keamanan PBB dalam beberapa dekade terakhir sudah mengeluarkan berbagai resolusi yang menegaskan bahwa pendudukan Israel atas sebagian wilayah Yerusalem adalah ilegal.

"Sebuah Resolusi DK PBB itu final dan mengikat bagi seluruh negara anggota PBB termasuk Amerika Serikat," kata Anggota Komisi I DPR Charles Honoris dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/12/2017).

Politisi PDI-P yang juga Bendahara tim pemenangan Ahok-Djarot, Charles Honoris, di Jalan Cemara Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).Kompas.com/Kurnia Sari Aziza Politisi PDI-P yang juga Bendahara tim pemenangan Ahok-Djarot, Charles Honoris, di Jalan Cemara Nomor 19, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/3/2017).

DK PBB misalnya, lanjut Charles, pernah mengeluarkan Resolusi 242 tahun 1967 yang memerintahkan Israel untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang direbutnya melalui perang, termasuk Yerusalem.

Lalu ada Resolusi 476 DK PBB tahun 1980 dimana PBB tidak mengakui Yerusalem sebagai Ibukota Israel dan memerintahkan seluruh negara anggota PBB untuk memindahkan kedutaan besarnya dari kota Yerusalem.

(Baca juga : Trump Akui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, Harga Emas Menguat)

 

"Buntutnya tidak ada satu negara pun hari ini yang memiliki kedutaan besar di Yerusalem," ucap politisi PDI-P ini.

"Pemerintah RI harus segera mengutuk langkah AS yang memberikan pengakuan atas Yerusalem sebagai ibukota negara Israel," Charles menambahkan.

Dalam forum PBB, lanjut Charles, Indonesia harus menyuarakan dan mengingatkan agar resolusi-resolusi DK PBB terkait Yerusalem bisa ditegakkan.

(Baca juga : Trump Akui Kedaulatan Israel dengan Ibu Kota Yerusalem)

Bahkan, Indonesia bisa berperan dalam menggalang negara-negara anggota PBB untuk menginisiasi sebuah resolusi dalam forum Sidang Umum PBB yang menegaskan kembali bahwa Yerusalem bukan ibukota Israel.

"Langkah terakhir Trump ini sangat membahayakan proses perdamaian yang sudah diupayakan selama puluhan tahun," ujar Charles.

"Bahkan ini bisa menjadi amunisi tambahan bagi kelompok-kelompok yang kerap membajak isu Palestina untuk menyebarkan paham radikal dan melakukan aksi-aksi terorisme," tambah dia.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu (6/12/2017) waktu setempat.

"Israel adalah negara yang berdaulat dengan hak seperti setiap negara berdaulat lainnya untuk menentukan ibu kotanya sendiri," kata Trump dalam pidatonya di Gedung Putih, seperti dilansir dari AFP.

Kompas TV Pengumuman ini akan membalik kebijakan AS dalam beberapa dekade terakhir.

Pemerintah AS juga memulai memproses perpindahan kedutaan besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Aksi ini merupakan salah satu pemenuhan janji kampanyenya kepada para pemilihnya.

"Pengakuan ini merupakan sebuah fakta penting untuk mencapai perdamaian," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com