Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Etihad Airways, Kado Terindah Hari Disabilitas Internasional

Kompas.com - 04/12/2017, 19:52 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dwi Aryani membuktikan bahwa dirinya mampu memperjuangkan haknya sebagai penyandang disabilitas setelah dipaksa turun dari pesawat Etihad Airlines.

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bahwa maskapai penerbangan tersebut bersalah karena tidak menyediakan fasilitas khusus penyandang disabilitas, malah menurunkan Dwi dari pesawat.

Putusan tersebut diambil tepat sehari setelah peringatan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2017 kemarin.

"Ini merupakan hadiah atau kado terindah bagi Hari Disabilitas Internasional kemarin, di mana hak-hak kita untuk akses layanan publik itu harus dihormati," ujar Dwi usai sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (4/11/2017).

(Baca: Etihad Airways Divonis Melanggar Hukum dan Wajib Bayar Ganti Rugi Rp 537 Juta)

Dwi menganggap putusan tersebut sangat berarti bagi komunitasnya karena menjadi tolak ukur bahwa hak-hak disabilitas di Indonesia harus diperjuangkan. Ia berharap kejadian yang menimpa dirinya tak terulang kepada penyandang disabilitas lainnya.

Ia mengakui bukan upaya yang mudah selama setahun memperjuangkan haknya tersebut.

"Tapi kita bersyukur dapat putusan yang harapannya ke depan bisa bermanfaat bagi rekan-rekan disabilitas," kata Dwi.

Pengacara Dwi, Happy Sebayang mengatakan, ternyata masih ada keberpihakan hukum pada kaum disabilitas. Ia berharap, keputusan hakim bisa menimbulkan dampak positif bagi pengambil kebijakan dan stakeholder lain terkait penanganan penyandang disabilitas.

"Jadi ini sebagai cubitan bagi stakeholder bahwa hal yang mereka lakukan terkait pelanggaran hukum adalah hak disabilitas untuk melakukan upaya hukum," kata Happy.

(Baca juga: Jelang Putusan Kasus Etihad Airways, Dwi Aryani Berharap Keadilan bagi Penyandang Disabilitas)

Putusan tersebut sekaligus menjadi penyemangat bagi komunitas tersebut untuk tidak diam saat menjadi korban.

"Berteriaklah. Anda punya hak, Anda punya jaminan hukum bahwa anda dilindungi. Sehingga lakukanlah upaya ketika anda didiskriminasi," ujar dia.

Majelis hakim PN Jakarta Selatan menggelar sidang putusan terhadap gugatan Dwi Aryani, penyandang disabilitas dari pesawat Etihad Airways, Senin (4/12/2017).KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Majelis hakim PN Jakarta Selatan menggelar sidang putusan terhadap gugatan Dwi Aryani, penyandang disabilitas dari pesawat Etihad Airways, Senin (4/12/2017).
Bukan kali pertama

Dwi menyebut bahwa diskriminasi dalam pelayanan penerbangan bukan pertama kalinya dialami penyandang disabilitas.

Bahkan, rekannya pernah menang gugatan terhadap salah satu maskapai penerbangan Indonesia akibat tidak menyediakan fasilitas khusus untuk penyandang disabilitas.

"Waktu itu kalau tidak salah teman saya naik tangga pesawat merangkak, tidak mau menyediakan, tidak mau mendampingi dari maskapai itu untuk masuk ke pesawat," kata Dwi.

Mulanya, teman Dwi diberi pilihan oleh pihak maskapai. Pertama, orang tersebut harus naik dan turun pesawat sendiri tanpa dilengkapi fasilitas atau tidak jadi berangkat.

Namun, karena teman Dwi harus menghadiri acara yang sangat penting soal disabilitas, maka ia memaksakan diri berangkat tanpa ditunjang fasilitas memadai. Selain itu, kata Dwi, masih banyak kasus serupa yang luput dari pemberitaan.

"Kalau mau jujur, kami sudah sangat lelah. Kami berharapnya adalah penegakan hukum itu," kata Dwi.

(Baca juga: Ombudsman: Kemenhub Abaikan Kasus Dwi Aryani vs Etihad Airways)

Etihad Airways dianggap melakukan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 134 UU Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Dalam undang-undang tersebut diatur hak penumpang penerbangan berkebutuhan khusus.

Etihad Airways sebelumnya menurunkan Dwi Aryani dari pesawat karena menggunakan roda dua tanpa pendampingan dan dianggap dapat membahayakan penerbangan.

Hakim ketua Ferry Agustina Budi Utami mengatakan, semestinya Etihad Airways selaku maskapai penerbangan wajib memberikan akses, fasilitas, dan pendampingan khusus terhadap penyandang disabilitas.

Apalagi syarat Dwi sebagai penumpang telah terpenuhi, yakni memiliki tiket, melakukan check in, memiliki boarding pass, bahkan sudah masuk pesawat dibantu staf service bandara.

Ferry menambahkan, Dwi tidak dalam kondisi yang membahayakan penerbangan maupun penumpang lain karena tidak dalam keadaan mabuk ataupun membawa bom.

"Menimbang, bahwa Tergugat I (Etihad Airways) tidak melakukan kewajibannya, maka dapak dikualifikasikan perbuatan melawan hukum," kata hakim Ferry saat membacakan putusan.

Etihad Airways juga wajib membayar ganti rugi sebagaimana digugat Dwi dalam permohonannya.

Dalam gugatannya, Dwi meminta ganti rugi materil sebesar Rp 178 juta dan imateril sebesar Rp 500 juta. Namun, hakim menimbang ganti rugi materil yang harus dibayarkan hanya Rp 37 juta.

Selain itu, Hakim mengabulkan gugatan ganti rugi imateriil sebesar Rp 500 juta karena Dwi merupakan satu-satunya perwakilan Indonesia dalam acara internasional itu dalam rangka pelatihan untuk penyandang disabilitas.

Selain itu, hakim mengabulkan gugatan agar Etihad Airways mengajukan permintaan maaf terbuka melalui media.

"Dari pertimbangan tersebut, maka petitum Penggugat dapat dikabulkan sebagian," kata Ferry.

Kompas TV Semangat Penyandang Disabilitas untuk Bersekolah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com