Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejaksaan Absen, Sidang Praperadilan Kepala BKKBN Ditunda

Kompas.com - 27/11/2017, 14:52 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal praperadilan Riyadi Sunindyo menunda sidang praperadilan yang diajukan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty terhadap Kejaksaan Agung.

Hal tersebut lantaran kejaksaan sebagai pihak termohon tidak hadir dalam sidang.

"Termohon belum tampak sampai jam sekarang. Oleh karena itu kami panggil sekali lagi," ujar hakim Riyadi dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/11/2017).

Hakim memutuskan menunda sidang hingga pekan depan dan memanggil kembali pihak kejaksaan.

Sebelum menutup sidang, hakim mengecek surat kuasa dari pihak pemohon yang dikepalai oleh Edi Utama selaku pengacara. Setelah itu, hakim mengetok palu dan menutup sidang.

Ditemui usai sidang, Edi mengaku tidak tahu alasan absennya pihak kejaksaan.

"Tidak tahu. Mungkin ada kesibukan lain," kata Edi.

(Baca juga: Kejagung Tetapkan Kepala BKKBN Tersangka Korupsi Pengadaan Alat KB 2015)

Edi mengatakan, proses praperadilan sedianya dilakukan secara singkat dalam waktu hanya tujuh hari. Menurut dia, semestinya pihak kejaksaan mengetahui hal tersebut dan tidak mengulur waktu dengan tidak hadir saat sidang perdana.

"Panggilan sudah disampaikan. Mestinya mengerti, tapi tidak muncul," kata Edi.

Surya Chandra menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat KB II atau implant tiga tahunan plus inserter tahun anggaran 2015.

Dalam permohonannya, tim kuasa hukum menganggap penetapan kliennya sebagai tersangka tidak sah. Kejaksaan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dalam menjerat kliennya.

Menurut Edi, Surya selaku pengguna anggaran tidak sepatutnya bertanggungj awab dalam kasus tersebut.

"Tidak ada sejarahnya seorang pengguna anggaran menanggung tanggung jawab yang seharusnya di level bawah dalam proses pengadaan," kata Edi.

Sebelumnya, kejaksaan menganggap terjadi pemahalan harga dalam pengadaan alat KB tersebut. Diduga, ada persekongkolan dalam penyertaan dan penggunaan harga penawaran.

Mereka dianggap menghiraukan hasil kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang sudah memperingatkan adanya potensi penyelewengan dalam proses pengadaan. Pengguna anggaran diduga menimbulkan kerugian negara Rp 27,9 miliar.

Penetapan Surya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari tiga tersangka sebelumnya. Penyidik telah menetapkan Direktur Utama PT Triyasa Nagamas Farma berinisial YW, Direktur PT Djaja Bima Agung berinisial LW, serta mantan Kasi Sarana Biro Keuangan BKKBN berinisial KT.

Dalam pengadaan alat KB 2015, disediakan pagu anggaran sebesar Rp 191.340.325.000 dari APBN.

Pada saat proses lelang, penawaran harga yang dimasukkan dikendalikan oleh PT Djaya Bima Agung yang juga sebagai peserta lelang. Perusahaan tersebut membuat penetapan harga yang tidak wajar dan menyebabkan rendahnya tingkat kompetensi.

Kompas TV Penyidik Kejaksaan Agung menahan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN non-aktif Surya Chandra Surapaty.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com