Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Dinilai Panik dan Takut

Kompas.com - 18/11/2017, 21:38 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai langkah-langkah Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto, dalam menghadapi proses hukum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencerminkan kepanikan.

Hal itu terlihat dari rangkaian peristiwa, terutama dalam beberapa hari terakhir, yang dilakukan pihak Novanto terkait status hukumnya dalam kasus proyek e-KTP. Novanto sempat menghilang saat kediamannya didatangi KPK, kemudian dia muncul kembali setelah mengalami kecelakaan mobil yang juga membuat publik bertanya-tanya.

"Yang kelihatan belakangan ini kepanikan yang luar biasa. Kepanikan disertai ketakutan yang luar biasa," kata Lucius seusai acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2017).

Menurut Lucius, wajar jika Novanto panik dan merasa terpojok. Sebab, Novanto dikejar tak hanya oleh penegak hukum tetapi juga oleh publik dengan caranya masing-masing.

Baca juga : Karangan Bunga: Bp Setya Novanto Tegar dan Tabah, Tuhan Ora Sare

Saat dalam posisi terpojok itu, orang-orang dekat Novanto pun mulai menjauh. Semakin sedikit orang dekatnya yang menunjukkan rasa simpati. Pasalnya, pihak yang menunjukkan simpati akan dipandang publik sebagai orang yang mendukung Novanto.

"Dan itu bisa dianggap publik sebagai persekongkolan. Orang jadi hati-hati dalam bersimpati," kata dia.

Menurut Lucius, rangkaian langkah yang dilakukan Novanto tampak seperti drama. Drama itu disertai sejumlah keganjilan dan hal itu membuat Novanto tambah terpojok.

"Tapi yang paling penting drama yang dia hadirkan itu semakin membuat dia terpojok. Dia anggap publik bodoh, itu sesuatu yang membuat Novanto menjadi tidak penting dalam paradigma politik kita," kata Lucius.

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka pada Jumat lalu. Novanto sempat lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah ia memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus proyek e-KTP, Novanto bersama sejumlah pihak diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.

Baca juga : Setya Novanto Tidur Terus, Mengorok Terus, Begitu Saja

Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga telah dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit setelah mengalami kecelakaan mobil pada Kamis malam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi 4 Negara Kerjasama Demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com