Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Melaporkan Penyebar Meme Justru Merugikan Novanto Sendiri

Kompas.com - 02/11/2017, 18:28 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dinilai telah melakukan blunder dengan melaporkan sejumlah warganet yang membuat meme tentang dirinya ke polisi.

"Langkah itu (melapor polisi) justru merugikan Novanto sendiri. Namanya makin jelek di mata masyarakat," kata pengamat dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, saat dihubungi, Kamis (2/11/2017).

Ujang mengatakan, citra Novanto saat ini sudah dipandang buruk karena terseret berbagai kasus hukum.

Apalagi, Novanto dipandang publik mempunyai kekuatan untuk lolos dari berbagai kasus hukumnya itu.

(Baca juga : Penyebar Meme Setya Novanto Ada Ribuan Orang, Mau Ditangkap Semua?)

Terakhir, Novanto lolos dari jerat KPK setelah statusnya sebagai tersangka kasus pengadaan proyek kartu tanda penduduk elektronik dibatalkan hakim praperadilan.

"Laporan ke polisi ini hanya akan memunculkan permusuhan baru," ucap Ujang.

Harusnya, lanjut Ujang, Novanto sebagai pimpinan tertinggi di lembaga perwakilan rakyat bisa menerima kritik dan masukan yang diberikan oleh rakyat.

Termasuk masukan dalam bentuk meme dan guyonan.

"Kalau Novanto menerima saja masukan yang diberikan masyarakat, itu akan lebih mengundang simpati," ucap Ujang.

(Baca juga : Polisi Dinilai Mengistimewakan Setya Novanto)

Polisi menangkap penyebar meme wajah Setya Novanto saat mengenakan masker alat bantu tidur (continuous positive airway pressure) di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta.

Polisi menangkap pelaku berinisial DKA di rumahnya di Tangerang sekitar pukul 22.00 WIB, Selasa (31/10/2017).

Perempuan berusia 29 tahun itu kini telah berstatus tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Polisi juga saat ini masih memburu pembuat dan penyebar meme Setya Novanto lainnya.

Meme tentang Novanto beredar di media sosial pascaputusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebaskan Novanto dari penetapan tersangka oleh KPK.

Novanto sempat terjerat kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Tak baik

Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menilai, kebebasan memiliki aturan dan batasan. Termasuk dalam kebebasan berekspresi di media sosial.

(baca: Golkar: Tak Baik Indonesia Hidup di Tengah Banyak Meme)

"Apabila itu dilanggar maka tentu pihak berwajib, penegak hukum akan mengambil tindakan," kata Idrus di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis.

Menurut dia, banyak guyonan berbentuk meme yang sudah melebihi batas wajar.

Idrus menegaskan, jangan sampai bangsa ini diwarnai oleh komunikasi politik yang tidak memerhatikan aturan dan etika.

"Kalau itu menjadi kebiasaan semua rakyat Indonesia berarti kita hidup di tengah meme-meme itu. Bagaimana bangsa yang hidup di tengah-tengah itu?" tuturnya.

Idrus tak mengkhawatirkan jika proses hukum terhadap para penyebar meme tersebut berdampak antipati terhadap Golkar.

"Saya kira tidak (antipati). Masyarakat pasti memahami itu. Kita ikuti aturan yang ada, nilai-nilai yang ada," kata Idrus.

Kompas TV Fredrich menduga pelaku dibiayai partai politik untuk memojokkan Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com