Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mimin Dwi Hartono
Staf Senior Komnas HAM

Staf senior Komnas HAM yang saat ini bertugas sebagai Plt Kepala Bagian Penyuluhan dan Kasubag Teknologi Informasi Komnas HAM. Pada 2006-2015, bertugas sebagai pemantau/penyelidik Komnas HAM. Hobi menulis, membaca, dan camping.

Insiden Penolakan Jenderal Gatot oleh AS dan Jalan Memulihkan Curiga

Kompas.com - 27/10/2017, 20:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

"KAMI Tidak Takut Amerika, Bravo TNI!", begitu bunyi spanduk yang terpampang di sekitar Stasiun Gambir, hanya beberapa ratus meter dari Kedutaan Besar Amerika Serikat dan Markas Besar Kostrad.

Protes itu terkait dengan penolakan kunjungan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ke Washington DC Amerika Serikat pada Sabtu 21 Oktober 2017.

Alasan penolakan itu sampai saat ini tidak jelas. Kedutaan Besar AS melalui wakil duta besar telah menyampaikan permohonan maaf dan menyesalkan peristiwa tersebut.

Mereka juga berjanji akan memfasilitasi dan menerima dengan hangat kunjungan Panglima TNI. Namun, alasan dan latar belakang penolakan itu tidak disinggung oleh Kedubes AS.

Sebagaimana informasi yang beredar, penolakan dikeluarkan oleh Custom dan Border Protection Agency AS, sebuah badan di AS yang punya otoritas untuk mengizinkan atau bahkan melarang seseorang datang ke AS.

Tugas pokok badan itu adalah melindungi warga AS dari berbagai ancaman, baik manusia atau barang-barang berbahaya seperti persenjataan.

Baca juga : AS Masih Investigasi Alasan Gatot Nurmantyo Sempat Dilarang Masuk

Wakil Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia Erin Elizabeth McKee (tengah) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan seusai menemui Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi di Kemenlu, Jakarta, Senin (23/10). Dalam pertemuan itu, Erin menyatakan permohonan maaf pihak Amerika Serikat atas penolakan terhadap Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke Amerika Serikat. ANTARA FOTO/Handout/Humas Kemenlu/Rasto/wsj/17.ANTARA FOTO/Rasto Wakil Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia Erin Elizabeth McKee (tengah) menjawab sejumlah pertanyaan wartawan seusai menemui Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi di Kemenlu, Jakarta, Senin (23/10). Dalam pertemuan itu, Erin menyatakan permohonan maaf pihak Amerika Serikat atas penolakan terhadap Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo ke Amerika Serikat. ANTARA FOTO/Handout/Humas Kemenlu/Rasto/wsj/17.
Namun parahnya, penyampaian atas penolakan kunjungan itu dilakukan melalui staf maskapai penerbangan Emirates kepada Jenderal Gatot pada saat ia dan rombongan sudah siap berangkat di Bandara Soekarno Hatta.

Entah mimpi apa Jenderal Gatot, karena tidak ada yang bermasalah terkait dengan administrasi kunjungan Jenderal Gatot, karena ia sudah memegang visa kunjungan dan mendapatkan surat undangan resmi dari Kepala Staf Gabungan Bersenjata AS.

Maka, sungguh pantas jika kita pun ikut geram dan jengkel, karena seorang pejabat negara yang sedang menjalankan tugas resmi dari Presiden RI mendapat perlakuan yang semena-mena.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan bahwa ia telah bisa menerima permohonan maaf dan penyesalan yang disampaikan Kedubes AS. Namun, tegas Retno, itu belum cukup, karena pemerintah memerlukan penjelasan resmi alasan perlakuan yang dialami Jenderal Gatot.

Baca juga : Indonesia Desak AS Ungkap Alasan Tolak Kehadiran Gatot Nurmantyo

Seharusnya, Jenderal Gatot akan menghadiri Konferensi Para Kepala/Panglima Militer/Pertahanan tentang Kounter Terorisme Ekstrim di Washington DC pada 23-24 Oktober 2017. Kehadirannya amat ditunggu oleh pengundang, yaitu Kepala Staf Gabungan bersenjata AS Jenderal Joseph E Dunford.

Pertemuan tersebut sangat strategis bagi kedua negara yang berkomitmen bekerjasama memerangi terorisme yang telah menjadi ancaman global. Dengan adanya pertemuan itu, Indonesia akan berbagi pendekatan dan pengalaman dalam menghadapi terorisme.

Sejak AS membuka embargo senjata dan kerjasama militer dengan Indonesia pasca-Insiden Santa Cruz Dili Timor Timur (saat ini Timor Leste) pada 1991, kedua negara telah secara intensif bekerjasama untuk meningkatkan kapasitas dan skill pasukan militer kedua negara melalui banyak program, di antaranya latihan militer gabungan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla Saat Memberikan Keterangan Pers Penolakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (24/10/2017).  KOMPAS.com/ MOH NADLIR Wakil Presiden Jusuf Kalla Saat Memberikan Keterangan Pers Penolakan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Bandara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Kerjasama itu di antaranya antara latihan gabungan antara Pasukan Marinir kedua negara di Pulau Jawa pada September 2017. Demikian juga kerjasama dalam memerangi berbagai bentuk ancaman terorisme.

Di tengah hangatnya kerjasama kedua negara itu, sungguh pantas jika insiden yang dialami oleh Jenderal Gatot menjadi "kerikil tajam" bagi hubungan bilateral dan diplomatik kedua negara.

Baca juga : Kronologi Dilarangnya Panglima TNI Gatot Nurmantyo Masuk ke Wilayah AS

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com