Sutopo juga mengatakan, ada pergeseran lokasi kebakaran hutan dan lahan.
"Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, bergeser ke NTT, NTB dan Papua," kata Sutopo.
Sutopo mengatakan, keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan selama 2017 tak terlepas dari sinergi yang dilakukan semua pihak.
Koordinasi yang dilakukan antara Kementerian LHK, BNPB, TNI, Polri, Lapan, BMKG, BPPT, BRG, BPBD, Pemerintah Daerah, relawan, dunia usaha, masyarakat dan lainnya telah berlangsung dengan baik.
Belajar dari pengalaman kebakaran hutan dan lahan pada 2015, maka selama 2017 pemerintah daerah tidak ada yang terlambat dalam menetapkan status siaga darurat. Sehingga pemerintah pusat dapat memberikan pendampingan dan mengambil langkah-langkat antisipasi.
(Baca juga: KLHK Mulai Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan)
Patroli terpadu dilakukan dengan mendirikan 300 posko desa dengan jangkauan 1.203 desa rawan kebakaran hutan dan lahan.
Kementerian LHK menggerakkan 1.980 personel Manggala Agni dan 9.963 orang Masyarakat Peduli Api untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan.
Sementara itu, ada ribuan personel TNI dan Polri dikerahkan untuk antisipasi dan pemadaman. BNPB sendiri mengerahkan 26 helikopter water bombing dan tiga pesawat untuk hujan buatan.
Total, 71,9 juta liter air telah dijatuhkan oleh helikopter water bombing dan 162 ton garam disemai untuk hujan buatan.
"Saat ini upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih terus dilakukan di daerah. Siaga darurat kebakaran hutan lahan masih diberlakukan oleh Kepala Daerah hingga akhir Oktober-November 2017," kata Sutopo.
(Baca juga: Langkah Sederhana Melawan Trauma Kebakaran Hutan dan Lahan)