Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi I: Tidak Cukup Permintaan Maaf dari AS

Kompas.com - 23/10/2017, 13:30 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid meminta pemerintah Amerika Serikat tak hanya menyampaikan permintaan maaf terkait penolakan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo memasuki negara tersebut.

Larangan tersebut kini sudah dicabut, namun Meutya menilai pernyatan resmi dari pemerintah AS tetap dibutuhkan.

Hal itu demi menjaga hubungan baik kedua negara.

"Jadi tidak hanya maaf dari dubes tapi alangkah eloknya kalau ada juga pernyataan resmi dari Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/10/2017).

(baca: Baca juga : Kronologi Dilarangnya Panglima TNI Gatot Nurmantyo Masuk ke Wilayah AS)

Sebab, Meutya menambahkan, dalam situs US Customs and Border Protection (cbp.gov), disebutkan bahwa CBP menjaga perbatasan AS dari masuknya orang-orang berbahaya dan proteksi ekonomi.

Oleh karena itu, Politisi Partai Golkar itu meminta pemerintah AS memberi penjelasan agar masyarakat tak berspekulasi.

"Ini kan dua hal yang serius kalau itu sampai sempat keluar kepada Panglima TNI apalagi mewakili negara, menurut saya ini hal yang perlu dijelaskan," kata Meutya.

"Kami tidak mau ada kegaduhan lagi di dalam negeri," sambungnya.

(baca: Baca juga : RI Tunggu Klarifikasi AS soal Penolakan Panglima TNI, Wiranto Minta Semua Bersabar)

Sebelum Gatot, sejumlah jenderal TNI juga pernah dilarang memasuki wilayah AS. Seperti Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo, hingga Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto.

Namun, kata Meutya, saat itu alasan soal pemberlakuan larangan sudah disampaikan dengan jelas. Misalnya, karena adanya masalah Hak Asasi Manusia (HAM).

Pemberitahuan itu juga bukan disampaikan di bandara, seperti yang dialami Gatot.

"Bukan karena mau keluar jadi orangnya sudah tahu sebelumnya. Kalau kasus seperti ini saya rasa baru ya," tuturnya.

(baca: Baca juga : Menlu Retno Sebut Larangan Dicabut dan Panglima TNI Boleh Masuk AS)

Gatot Nurmantyo dilarang masuk ke wilayah AS pada Sabtu (21/10/2017). Saat itu Panglima TNI beserta delegasi masih berada di Bandara Soekarno-Hatta dan hendak check in.

"Panglima TNI siap berangkat menggunakan maskapai penerbangan Emirates. Namun beberapa saat sebelum keberangkatan ada pemberitahuan dari maskapai penerbangan bahwa Panglima TNI beserta delegasi tidak boleh memasuki wilayah AS," kata Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto di Kantor Panglima TNI, Jakarta Pusat, Minggu.

Padahal, saat itu, Gatot dan delegasi sudah mengantongi visa dari AS untuk hadir dalam acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com