Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agus Suntoro
Peneliti BRIN

Penulis adalah Koordinator Kelompok Riset Hukum Lingkungan, Sumber Daya Alam dan Perubahan Iklim, pada Pusat Riset Hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Penyelesaian Pelanggaran HAM, Tantangan Anggota Komnas HAM 2017–2022

Kompas.com - 05/10/2017, 19:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Tantangan lain yang harus mulai dipikirkan dari calon anggota terpilih adalah memiliki visi dan konsep penyelesaian pelanggaran HAM yang terkait aspek korporasi, pemerintah (pusat dan daerah), serta aparat Kepolisian. Sebab ragam itulah yang mendominasi pengaduan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun belakangan ini.

Tentunya, kondisi ini bebarengan dengan semangat pemerintah yang menggiatkan pembangunan infrastruktur, industrialisasi, dan cukup ramah terhadap investasi.

Maka dampak yang muncul adalah dinamika atau gesekan dengan kelompok rentan, terutama pemilik lahan, masyarakat adat, korban penggusuran, konflik buruh dan problem Tenaga Kerja Asing (TKA), serta potensi konflik sosial yang dalam penanganan yang biasa dilakukan pendekatan keamanan.

Baca juga: Komnas HAM Anggap Perlindungan Kelompok Minoritas Masih Lemah

Anggota terpilih juga harus mampu bersikap pada isu yang sangat sensitif, misalnya pembangunan pabrik semen di Rembang, reklamasi di Teluk Jakarta dan Bali, pelibatan tenaga kerja asing pada proyek infrastruktur dan pertambangan untuk pekerjaan yang bukan ahli, penggusuran dengan dalih untuk kepentingan pembangunan, dan lain sebagainya.


Sikap atas Papua

Papua selalu menjadi objek sorotan, baik dalam dan luar negeri, terutama menyangkut aspek HAM. Diakui bahwa sejak lebih dari satu dekade, Papua telah mendapat alokasi dan perhatian pemerintah yang cukup besar, terutama aspek pembangunan fisik dan penyerahan Otonomi Khusus (Otsus).

Akan tetapi kenyataannya provinsi ini tetap tertinggal, kesenjangan sosial dengan warga pendatang masih terjadi. Aspek pemenuhan hak sipil dan politik juga selalu menjadi sorotan, terutama berkaitan dengan kekerasan terhadap masyarakati.

Bahkan peristiwa terakhir terjadi di Desa Oneibo, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, Papua yang menyebabkan korban jiwa dari unsur masyarakat.

Dengan demikian, maka calon terpilih perlu ada yang memahami dan memitigasi persoalan HAM di Papua dan Papua Barat. Pendekatan yang coba dilakukan pemerintah dengan mekanisme pembangunan fisik, tampaknya belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat Papua.

Tuntutan penuntasan pelanggaran HAM masih kerap disampaikan, baik forum nasional dan internasional. Untuk itu, perlu dibangun kerangka dialog yang konstruktif untuk mencari solusi-solusi yang komprehensif.

Selain itu, pembentukan Komnas HAM Perwakilan Papua Barat yang sudah ditetapkan oleh Sidang Paripurna, perlu segera diimplementasikan oleh calon terpilih di lapangan guna merespon tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM.

Dengan demikian, diharapkan calon terpilih benar-benar melaksanakan mandatnya dengan fokus pada tantangan-tantangan strategis tersebut, meminjam slogan pemerintah saat ini adalah kerja, kerja dan kerja dengan fokus pada outocome. Jadi selamat bekerja dan bekerja bersama …………

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

Nasional
 Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

Nasional
Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

Nasional
Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

Nasional
KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

Nasional
Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

Nasional
Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

Nasional
Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

Nasional
Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

Nasional
Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

Nasional
Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Setelah Geledah Kantornya, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

Nasional
Menteri KP: Lahan 'Idle' 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Menteri KP: Lahan "Idle" 78.000 Hektar di Pantura Bisa Produksi 4 Juta Ton Nila Salin Setiap Panen

Nasional
Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Istana Sebut Pansel Capim KPK Diumumkan Mei ini

Nasional
Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Deret 9 Kapal Perang Koarmada II yang Dikerahkan dalam Latihan Operasi Laut Gabungan

Nasional
Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com