JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron mengatakan, Polri dalam fungsinya melindungi masyarakat masih lemah.
Terutama untuk melindungi kelompok minoritas yang melaksanakan kegiatan keagamaan atau tradisi mereka.
Hal yang biasanya terjadi justru kegiatan tersebut dibubarkan dan terjadi pelanggaran hak asasi untuk berkumpul.
"Fakta di lapangan, ada polisi yang bubarkan pengajian karena mau didemo masyarakat yang tidak setuju. Bilangnya, 'sudahlah, kalian bubar saja daripada didemo'," kata Nurkhoiron dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/8/2017).
(baca: Komnas HAM Sebut Isu Intoleransi Beragama Kerap Jadi Senjata Politik)
Hal tersebut banyak terjadi di daerah-daerah di luar Jakarta. Nurkhoiron mengatakan, alih-alih mengawal kegiatan dan menjaganya agar unjuk rasa kondusif, polisi malah membubarkan kelompok tersebut.
"Keluhan yang sering dihadapi, pasukannya sedikit. Maka tidak mau menghadapi mobilisasi itu. Lebih mendesak Ahmadiyah, jangan bikin acara sekarang, atau pindah tempat saja," kata Nurkhoiron.
Ia kemudian mencontohkan, di Sulawesi Selatan, ada festival khusus waria yang rutin digelar setiap tahun di Sulawesi Selatan.
(baca: Alissa Wahid: Negara Sukses Berantas Terorisme, tapi Abaikan Intoleransi)
Kegiatan itu sudah menjadi bagian dari kearifan lokal. Namun, tahun ini festival waria tersebut akhirnya dibubarkan.
Hal itu disebabkan ada ormas agama yang akan datang berbondong-bondong dari berbagai daerah ke Sulawesi Selatan untuk unjuk rasa.
Nurkhoiron mengatakan, saat itu dirinya menghubungi kepolisian setempat. Ia mempertanyakan pembubaran kegiatan yang tak pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
"Bupatinya juga kok kelihatannya menyerah, biasanya dia selalu turut andil," kata Nurkhoiron.
"Kan ini cermin betapa mudahnya isu itu bisa digerakkan. Ini membuat polisi mengabaikan tugas pokoknya," lanjut dia.