Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Kebangkitan PKI Dinilai Punya Tujuan, Bisa Politik atau Ekonomi

Kompas.com - 29/09/2017, 17:21 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan sesuatu yang tidak nyata.

Dia mengatakan, dari hasil survei opini publik yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) dapat disimpulkan, isu kebangkitan PKI hanya merupakan fenomena dunia maya, bukan dunia nyata.

Hal tersebut didukung oleh persepsi publik yang tidak setuju dengan isu kebangkitan PKI. Survei SMRC mengungkap bawa yang tidak percaya dengan kebangkitan PKI mencapai 86,8 persen responden.

"Jadi, ini bukan sesuatu yang nyata. Dengan kata lain, sesuatu yang diada-adakan, diciptakan. Sesuatu yang dimobilisasi untuk tujuan tertentu, bisa politik, bisa ekonomi," kata Syamsuddin dalam paparan hasil survei SMRC, Jakarta, Jumat (29/9/2017).

(Baca juga: Survei SMRC: Mayoritas Warga Tidak Percaya Sedang Terjadi Kebangkitan PKI)

Mengenai aktor yang menggunakan isu kebangkitan PKI untuk memobilisasi opini publik, Syamsuddin menuturkan bisa dilakukan siapa saja.

"Banyak pihaknya. Ada yang anti-Jokowi, ada yang ingin berkuasa pada 2019, ada politisi busuk, ada pengusaha hitam, ada kaum radikalis agama. Mereka lah yang memanfaatkan isu kebangkitan PKI," kata Syamsuddin.

Menurut dia, isu kebangkitan PKI ini memang dimobilisasi oleh elite untuk kepentingan kekuasaan, yaitu eskalasi kekuatan menuju Pemilu 2019.

"Bahwa kemudian survei ini mengkonfirmasi persepsi itu kebetulan oleh sebagian pendukung Prabowo, PKS, PAN, dan Gerindra, itu sesuatu yang tidak terelakkan," kata dia.

(Baca: Survei SMRC: Lebih Banyak Pendukung Prabowo Percaya PKI Bangkit Dibanding Jokowi)

Tiga Indikator PKI Bangkit

Hasil survei SMRC juga menunjukkan kesimpulan bahwa isu kebangkitan PKI lebih dipercaya oleh kaum muda (di bawah 21 tahun), laki-laki, Muslim, perkotaan, berpendidikan tinggi, dan berpendapatan tinggi.

Syamsuddin sependapat dengan hasil survei tersebut. Namun, ia menambahkan, yang percaya isu kebangkitan PKI adalah orang-orang yang tidak mau mencoba memahami sejarah bangsa.

Sejarah itu terkait bagaimana sesungguhnya masalah PKI, tidak hanya saat Peristiwa 65 tetapi juga sebelum itu.

"Jadi, yang paling pokok bagi saya di sini adalah survei SMRC ini mengkonfirmasi isu kebangkitan PKI itu sesuatu yang memang diciptakan. Bukan sesuatu yang nyata," kata Syamsuddin.

Menurut dia, untuk menunjukkan bahwa PKI itu memang nyata-nyata bangkit, setidaknya dibutuhkan tiga indikator.

Pertama, adanya wadah atau organisasi terkait paham komunisme itu.

"Saya kira tidak ada saat ini. Apa wadahnya? Jelas bukan PKI," kata Syamsuddin.

(Baca juga: "Ngapain Ribut soal PKI, Fokus Saja Ancaman Korupsi dan Intoleransi")

PKI sebagaimana diketahui, telah dinyatakan sebagai organisasi politik terlarang melalui TAP MPRS Nomor 25/1966.

Kedua, ada pemimpin atau tokoh dari gerakan atau organisasi berpaham komunisme itu.

"Apa ada tokohnya? Enggak ada juga. Tidak bakal ketemu. Memang itu isu yang dibuat-buat," tuturnya.

Indikator terakhir, yaitu kencangnya isu yang diusung oleh "organisasi jelmaan PKI" tersebut di masyarakat. Entah itu isu kemiskinan, kesenjangan sosial, atau ketimpangan.

"Oleh sebab itu, sejak awal bahkan sebelum survei SMRC, saya pikir isu ini sesuatu yang mengada-ada, tidak nyata, dan tidak ada indikasinya," kata Syamsuddin.

Kompas TV Presiden menilai, film tentang pengkhianatan komunias ini harus disesuaikan dengan karakter anak muda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com