Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dalami Dugaan Pencucian Uang Bupati Kukar Rita Widyasari

Kompas.com - 28/09/2017, 21:56 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan, KPK akan menelusuri lebih jauh soal dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Menurut Basaria, tidak menutup kemungkinan KPK juga akan menjerat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk Rita.

Saat ini, politisi Partai Golkar tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dua orang lainnya yaitu Komisaris PT Media Bangun Bersama (MBB) Khairudin, dan Hari Susanto Gun selaku Direktur Utama PT SGP (Sawit Golden Prima).

"Sudah barang tentu akan dilanjutkan dengan pasal tindak pidana pencucian uang. Karena tim masih di lapangan, pasal-pasal yang kami terapkan Pasal 12 huruf, Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 B (pasal suap dan gratifikasi)," kata Basaria, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/9). 

Baca: KPK Sita Empat Mobil Milik Bupati Kukar Rita Widyasari

Terkait kasus ini, KPK juga telah menyita empat mobil yang dimiliki Rita, tetapi menggunakan nama orang lain.

Keempat mobil itu adalah Hummer type H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser.

"Empat mobil tersebut diduga berada pada penguasaan RIW (Rita Widyasari) namun dengan nama pihak lain," kata Basaria.

Penyidik KPK juga akan mendalami penerimaan gratifikasi Rita dan Khairudin yang berasal dari sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) setempat. 

"Gratifikasi ini sudah barang tentu berhubungan sama orang-orang lain, pengembangan sangat mungkin, gratifikasi ini ada beberapa pihak," kata Basaria.

Persoalan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Rita juga akan didalami KPK.

Sebab, ada lonjakan yang signifakan dari kekayaan Ketua DPD Golkar Kalimantan Timur itu. 

Berdasarkan LHKPN terakhir tertanggal 29 Juni 2015, harta kekayaan Rita Rp 236,7 miliar. Sementara, jumlah harta Rita sebelumnya saat melaporkan pada 23 Juni  2011 hanya Rp 25,8 miliar. 

"Masalah LHKPN peningkatannya nanti akan diperiksa. Kami sampaikan saat ini tidak bisa menyatakan iya atau tidak. Sabar dulu," kata Basaria.

Dalam kasus ini, Hari Susanto diduga memberikan uang sejumlah Rp 6 miliar kepada Rita terkait pemberian izin operasi untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman kepada PT SGP.

Selain itu, Rita dan Khairudin diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Rita sebagai penyelenggara negara.

Nilainya 775 ribu dollar AS atau setara Rp 6,97 miliar.

Sebagai penerima suap, Rita disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, sebagai pemberi suap, Hari Susanto disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Terkait dugaan penerimaan gratifikasi, Rita dan Khairudin disangka melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Mendagri Belum Tunjuk Plt Gantikan Bupati Kutai Kartanegara


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com