"Itu sudah diatur secara eksternal oleh panitia barang dan jasa. Akan dipermudah kolusi itu apabila bekerja sama dengan orang dalam," tambah Alex.
Apalagi, jika sudah ada kesepakatan sebelumnya terkait dengan pemberian fee kepada kepala daerah.
"Kepala daerah tinggal memerintahkan kepala dinas, kamu atur, nanti yang menang proyek ini si A, proyek ini B," ujar Alex.
"Sistem itu hanya masalah teknis. Kejadian dalam korupsi barang dan jasa, saya kira modusnya hampir sama," lanjut dia.
Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun 2017.
Selain Bupati, empat pihak lain yang juga menjadi tersangka yakni Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady, seorang pemilik dealer mobil Sujendi Tarsono alias Ayen, dua orang kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar.
Bupati OK Arya diduga menerima suap Rp 4,4 miliar terkait proyek tersebut. Suap itu diberikan dua orang kontraktor bernama Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar.
Dari Maringan, OK Arya menerima Rp 4 miliar, yang merupakan pemberian fee terkait dua proyek.
Proyek tersebut yakni pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp 32 miliar yang dimenangkan oleh PT GMU dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp 12 miliar yang dimenangkan PT T.
Sementara, Rp 400 juta sisanya merupakan fee yang diperoleh OK Arya dari Syaiful terkait dengan proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp 3,2 miliar.
Uang suap dari tiga proyek tadi tidak disimpan sendiri oleh Bupati OK Arya dan diduga diterima lewat dua pintu. Dia menitipkannya kepada Sujendi Tarsono alias Ayen, seorang pemilik dealer mobil dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Helman Herdady.
Dalam kasus ini, sebagai pihak yang diduga penerima, OK Arya, Sujendi, dan Helman disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 KUHP.
Sementara sebagai pihak yang diduga pemberi, Maringan dan Syaiful disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.