JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sekretaris Negara Pratikno menceritakan sosok Presiden Joko Widodo dan caranya mengambil serta membuat kebijakan.
Cerita ini disampaikan Pratikno saat berbicara pada acara Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Komunikator Politik Nasional Partai Golkar, di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (8/9/2017).
Pratikno mengatakan, Jokowi adalah sosok yang konsisten terhadap keputusan yang telah diambil.
Contohnya, kata dia, keputusan Jokowi untuk memangkas subdisi BBM pada awal masa pemerintahannya.
Baca: Golkar Aji Mumpung Usung Jokowi di Pilpres 2019
Menurut Pratikno, keputusan itu merupakan keputusan besar karena subsidi BBM yang diperuntukkan bagi rakyat kecil, ternyata konsumen utamanya adalah kalangan elit.
"Waktu itu Pak Presiden bilang, sudahlah kita alihkan subsidi BBM untuk hal produktif untuk kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan lain-lain. Itu keputusan besar waktu itu," kata Pratikno.
Ia melanjutkan, keputusan itu sedianya akan disampaikan Jokowi sebelum bertolak melakukan kunjungan ke China dan Australia.
Akhirnya, kebijakan itu disampaikannya sepulang dari lawatan ke kedua negara itu.
Setiba di Tanah Air, Jokowi mendapat masukan bahwa kebijakan memangkas subsidi BBM akan berimplikasi politik.
Baca: Parpol Banyak Kepentingan, Jokowi Dinilai Lebih Andalkan Relawan untuk Pilpres 2019
Akan tetapi, Jokowi mengambil risiko dengan tetap meneruskan kebijakan tersebut.
"Kita sudah putuskan, sekarang enggak boleh mundur lagi. Kalau sudah mutuskan enggak boleh mundur lagi, kita umumkan," ujar Pratikno menirukan pernyataan Jokowi kala itu.
Sikap Jokowi ini, lanjut Pratikno, menjadi pelajaran pertama baginya sebagai orang dekat Presiden.
"(Pelajarannya) Yaitu, ada saatnya mendengar, ada saatnya merenung, ada saatnya memutuskan, dan tidak ada cerita untuk mundur melangkah. Mengulang itu enggak ada ceritanya. Salah nanti diperbaiki," ujar Pratikno.
Sebelum mengambil keputusan, Jokowi akan mendalami persoalan secara detil.
Bagi Jokowi, blusukan merupakan bagian dari proses membuat keputusan. Oleh karena iti, Jokowi kerap melakukanya.
Pratikno kembali berkisah, suatu ketika, ada rencana acara yang mengundang gubernur, bupati, kejari, dan pejabat lainnya. Jumlahnya sekitar 4.000 orang. Namun, Jokowi menolaknya.
Jokowi berpendapat Indonesia terlalu besar untuk bisa dipahami hanya dengan mendengar dari pusat kota.
"Enggak usah Pak Menteri, buat saja acara gubernur sendiri," ujar Jokowi, kepada Pratikno.
Kepada Jokowi, Pratikno mengatakan, bahwa untuk pertemuan dengan 34 gubernur bisa saja digelar. Akan tetapi, tidak untuk bupati yang jumlahnya sangat banyak.
"Akhirnya dibuat gubernur 1 kelompok, bupati lima, wali kota lima, kajati sendiri, kajari sendiri, waduh ampun itu, luar biasa banyaknya (pertemuannya), dan Beliau mendengarkan. Apa toh masalahnya," kata Pratikno.
Pada kesempatan ini, Pratikno juga memaparkan secara singkat mengenai kebijakan Jokowi seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan kesejahteraan, isu radikalisme dan teroris, serta perkembangan ekonomi Indonesia, dan lainnya.