Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Nasib Perkara Novel Baswedan sebagai Korban dan Terlapor

Kompas.com - 08/09/2017, 08:06 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAs.com - Polda Metro Jaya menangani tiga perkara terkait penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

Kasus pertama yakni penyiraman air keras terhadap Novel yang membuatnya berada di posisi korban.

Sementara dua kasus lainnya terbalik, giliran Novel menjadi terlapor. Dua kasus tersebut yakni laporan Direktur Penyidikan KPK Brigjen Aris Budiman dan Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Erwanto Kurniadi atas tuduhan pencemaran nama baik.

Sebagai mantan penyidik yang pernah ditugaskan di KPK, keduanya tersinggung dengan ucapan Novel yang mendiskreditkan penyidik dari Polri.

Hampir lima bulan berlalu, kasus Novel belum juga menemukan titik terang. Belum ada satu tersangkapun yang ditangkap. Kasusnya terkesan mandek, dengan menyimpan sejuta rahasia yang sulit terungkap.

(Baca: Novel Baswedan: Kalau Berjalan Baik, Apa Kepentingan Saya untuk Melawan?)

Padahal, desakan masyarakat terhadap polisi sangat besar untuk menuntaskan kasus ini.

Sebaliknya, kurang dari waktu seminggu, laporan Aris bersambut. Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dia laporkan langsung naik ke tingkat penyidikan, meski belum ada tersangka.

Sementara itu, laporan oleh Erwanto baru menyusul beberapa hari lalu dan tengah dipelajari.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul melihat perbedaan nasib kasus Novel dengan posisi berbeda itu bukan karena diatur sedemikian rupa. Ia menganggap, kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Aris memiliki sejumlah fakta yang lebih mudah ditelusuri.

"Dalam proses Aris, ada buktinya email, tersebar ke mana, dan ini masuk dalam sebuah pelaporan yang jelas siapa yang kirim email, siapa yang ditembusin, siapa yang terima, siapa yang baca, tentu ini melalui data menjadi bahan penyidik untuk memprosesnya," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/9/2017).

(Baca: Direktur Penyidikan KPK Klaim Penyidik Polri Lebih Berintegritas Dibanding Pegawai Internal)

Sementara itu, dalam kasus penyiraman air keras Novel, polisi masih kesulitan mengumpulkan alat bukti, informasi, maupun data-data di lapangan. Apalagi, kata Martinus, Novel enggan terbuka kepada polisi atas informasi apa saja yang diketahui.

"Ada fakta yang belum bisa menjadi sebuah bahan dalam proses hukum. Belum ditemukan saksi dengan TKP, saksi dengan tersangka, belum ada hubungan seperti itu," kata Martinus.

Aris Budiman melaporkan Novel Baswedan atas tuduhan pencemaran nama baik melalui email. Dalam email tersebut, Novel menyebut Aris tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK. Novel juga menyebut Aris sebagai Dirdik KPK terburuk sepanjang lembaga antirasuah itu berdiri.

Setelah itu, giliran Erwanto yang melaporkan Novel dengan tuduhan yang sama. Novel dilaporkan karena melontarkan pernyataan bahwa penyidik KPK yang berasal dari Polri memiliki integritas rendah.

Diketahui, Erwanto pernah menjadi penyidik Polri yang ditugaskan di KPK. Hal tersebut dia ketahui setelah membaca pemberitaan di sebuah media massa yang memuat tulisan soal Novel yang keberatan jika Direktur Penyidikan KPK mengundang penyidik Polri untuk kembali bertugas di KPK.

Ada persekongkolan

Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar menganggap pelaporan terhadap Novel merupakan kasus konspirasi atau persekongkolan. Kasus tersebut seolah diciptakan untuk meredam kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

"Kasus tersebut diolah sedemikian rupa oleh aktor intelektualnya sehingga menjadi kasus yang pelik dan rumit agar sulit terbongkar," kata Bambang.

Bambang mengatakan, konspirasi tersebut bisa dilakukan secara personal, kelompok, maupun institusi. Cara tersebut terlihat dari beda penanganan kasus Novel saat ia menjadi korban dan saat ia menjadi terlapor.

"Ada kecenderungan cepatnya pengusutan laporan Brigjen AB termasuk laporan dari Wadir Tipikor karena dalam lingkup konspirasi," kata Bambang.

Oleh karena itu, Bambang meminta Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian segera membentuk tim gabungan pencari fakta. Apalagi, Novel telah menyatakan bahwa ia hanya akan mempercayai tim independen yang sangat ia harapkan untuk dibentuk, ketimbang kepolisian.

Menurut dia, situasi yang terjadi ini semakin jelas menunjukkan penyebab Novel diserang.

"Titik tolak penyelidikan bukan dari adanya orang yang mau beli gamis ke rumah Novel, tetapi dari perseteruan antara Novel dengan Brigjen AB," kata dia.

Kompas TV Rina Emilda, istri Novel Baswedan berharap pemerintah segera tindak lanjuti tim gabungan pencari fakta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com