Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

Anomali Satelit Telkom 1

Kompas.com - 07/09/2017, 16:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Konon karena lengan antena Telkom 1 masih berputar dengan tenaga listrik dari sel matahari (solar cell), stasiun bumi sesekali masih bisa “melihat” satelit itu di posisi 107 BT yang pelahan mengarah ke posisi 106 BT.

Tetapi stasiun bumi tidak bisa memberi perintah kepada satelit Telkom 1 untuk berputar atau bergeser, dan itu menjadi indikasi bahwa bahan bakar roket di satelit sudah habis.

Di geostasioner saat ini ada sekitar 1.500 satelit aktif dan keberadaan satelit yang tidak bisa dikendalikan sangat membahayakan karena bisa saja menabrak satelit tetangga yang buntutnya akan ada tuntutan ganti rugi kepada PT Telkom.

Sementara membuangnya ke sampah satelit di ketinggian 200 kilometer di atas geostasioner tampaknya mustahil karena masalah bahan bakar tadi.

Baca juga:  

Di darat, pemindahan layanan ke satelit lain makan waktu karena di satelit-satelit PT Telkom tidak banyak tersedia transponder kosong, sehingga harus minta jasa pemilik satelit lain.

Ada satelit “kosong”, BRI-sat milik Bank Rakyat Indonesia, tetapi BRI tidak bisa menyewakan transponder nganggurnya sebab bank pemerintah itu hanya memiliki lisensi jaringan tertutup.

Proses pemindahan pelanggan satelit Telkom 1 pun tidak hanya dilakukan di stasiun bumi tetapi juga pengesetan ulang satu per satu arah parabola VSAT (very small aperture terminal) di setiap ATM atau kantor bank.

Proses ini tidak bisa tuntas hanya dalam beberapa hari dan ini hal yang paling disesali banyak pelanggan berbagai bank.

Akibat gaya tarik bumi atau badai matahari, satelit yang luntang lantung bisa saja lalu turun dari ketinggian orbit geostasionernya dan terbakar ketika masuk atmosfer.

Atau bertabrakan dengan benda langit lain sebelum masuk atmosfer seperti disampaikan Arstechnica.com mengenai Telkom 1.

Mereka mengumumkan temuan salah satu dari 165 teleskop optik yang melihat dari timur Australia. Menurut mereka, ada kepingan-kepingan (debris) di langit yang tampaknya merupakan pecahan satelit Telkom 1.

Apa pun penyebabnya, anomali ini menjadi pengalaman berharga, karena BUMN itu harus menanggung biaya reposisi antena parabola VSAT untuk memindahkan layanan ke satelit lain.

Masih lebih bagus kalau tidak ada tuntutan ganti rugi dari perbankan dan pengguna kartu ATM bank-bank nasional yang dikecewakan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com