Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sita 4 Mobil dan Uang Rp 1,65 Miliar pada Kasus Pencucian Uang Dua Auditor BPK

Kompas.com - 06/09/2017, 18:44 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan dua auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli, sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

KPK menyita sejumlah aset yang diduga merupakan hasil TPPU kedua tersangka.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, aset yang disita berupa empat unit mobil yang terdiri atas 1 unit mobil Honda Odyssey yang diindikasikan menggunakan identitas pihak lain.

Mobil tersebut disita dari sebuah dealer di Jakarta Utara, saat mobil dikembalikan oleh pihak lain.

Baca: KPK Tetapkan Dua Auditor BPK sebagai Tersangka Pencucian Uang

Kemudian, dua unit sedan Mercy warna putih dan hitam.

"Kedua mobil Mercy disita dari keluarga salah satu tersangka, disita dari istri salah satu pihak tersangka," kata Febri, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (6/9/2017).

KPK juga menyita satu mobil Honda CRV. Mobil ini disita dari pihak lain yang namanya digunakan salah satu tersangka.

Selain itu, disita pula uang dari penjualan mobil senilai Rp 1,65 miliar dari beberapa pihak yang diduga dititipi uang oleh Ali Sadli.

Febri mengatakan, penyidik saat ini terus mendalami kepemilikan aset lain yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi kedua tersangka.

KPK berkomitmen untuk terus mengembangkan penanganan tindak pidana korupsi dengan strategi follow the money.

Baca: Auditor BPK dan Dirjen Kemendes Bicarakan Hasil Audit Sambil Karaoke

Oleh karena itu, aliran dana pada kasus korupsi akan dicermati KPK, termasuk kepemilikan aset-aset yang diindikasikan merupakan hasil kejahatan.

Hal tersebut merupakan konsep pada undang-undang TPPU.

"Ini berlaku untuk seluruh kasus korupsi yang kami tangani sepanjang memang ditemukan aset-aset yang tidak wajar, yang diduga berasal dari kejahatan tindak pidana korupsi. Kami berharap dengan pendekatan ini, bisa memaksimalkan Undang-Undang Tipikor," ujar Febri.

Sebelumnya, Febri mengatakan, Rochmadi dan Ali ditetapkan sebagai tersangka TPPU setelah KPK menemukan bukti baru dalam penyidikan kasus suap opini WTP yang diduga melibatkan keduanya. 

Rochmadi dan Ali juga tersangka pada kasus suap pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) 2016.

"KPK setelah menemukan bukti permulaan cukup, menetapkan keduanya sebagai tersangka indikasi tindak pidana pencucian uang," kata Febri.

Baca: Auditor BPK Dibayari Karaoke hingga Dibelikan Oleh-oleh Saat Audit di Kemendes

Rochmadi dan Ali diduga telah melakukan perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga.

Atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi, dengan tujuan menyamarkan asal-usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi.

Atas perbuatannya, Rochmadi disangkakan melanggar Pasal 3 dan atau pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembatasan TPPU. Kemudian untuk Ali disangkakan melanggar Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembatasan TPPU.

Kompas TV Menteri Desa Copot Sugito dari Posisi Irjen


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com