JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring menguatnya politik simbolik belakangan, pemerintah disarankan juga memaparkan kebijakan atau capaian yang "Pro-Islam" serta mayoritas.
Peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengatakan, saat ini semua aspek kehidupan didorong oleh politik diametral, seperti Islam-Anti Islam, Islam-Kafir, dan Islam-Komunis.
"Padahal banyak sekali langkah pemerintah yang cukup progresif dan secara terang benderang mendukung (Islam)," katanya kepada Kompas.com, Selasa (29/8/2017).
Misalnya, kata dia, pada bulan Juni-Juli lalu, ketika Indonesia secara gamblang mendukung kemerdekaan Palestina dan mengecam serangan Israel ke Masjid Al-Aqsa.
"Bandingkan dengan rezim sebelumnya yang gamang dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Maka, sebenarnya tidak relevan ketika Jokowi diberi label komunis, dan sebagainya," tutur Rafif.
(Baca: Jokowi Sebut 'Gebuk' Komunisme, Santri dan Ulama Tepuk Tangan)
Oleh karena itu, imbuh Rafif, tim komunikasi Presiden perlu menonjolkan (hi-light) capaian-capaian besar pemerintah tersebut. Dengan begitu, praktik politik diametral menjadi tidak berfungsi.
Sebaliknya, kata dia, apabila hal itu tidak dilakukan, maka seluruh capaian positif Jokowi bisa tidak berguna begitu Jokowi berada pada posisi diametral dan diberi label komunis, dan sebagainya.
"Lantas hilang sudah seluruh apa yang dicapai oleh Jokowi," tutur Rafif.