Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Berharap MK Tolak Permohonan Uji Materi Terkait Hak Angket

Kompas.com - 21/08/2017, 22:08 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berharap agar Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi nomor perkara perkara 36/PUU-XV/2017 dan 37/PUU-XV/2017.

Uji materi itu terkait penerapan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini disampaikan Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto sebagai perwakilan pemerintah selaku pembuat undang-undang dalam sidang uji materi yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017).

"Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa mengadili dan memutus permohonan pengujian Pasal 79 ayat 3 beserta penjelasannya undang-undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 untuk memberikan putusan sebagai berikut: Satu, menolak permohonan pengujian pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima," kata Widodo.

Widodo mengatakan, pemerintah menilai bahwa penggunaan hak angket tidak limitatif terhadap pemerintah saja.

Akan tetapi, juga terhadap pelaksana undang-undang yang berkaitan dengan hal penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Oleh karena itu, pemerintah sependapat dengan DPR. Hal ini demi menjaga keseimbangan dalam penyelenggaraan negara.

"Pihak yang dapat diselidiki melalui penggunaan hak angket bukan terbatas pada Presiden selaku kepala pemerintahan, tetapi juga dapat meliputi seluruh jajaran pemerintahan lainnya, yakni Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung atau Pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian," kata Widodo.  

Pemohon nomor perkara 36/PUU-XV/2017 adalah gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi.

Mereka merasa pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK merugikan haknya sebagai warga negara.

Sebab, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi sedang dilemahkan.

Pelemahan terhadap KPK akan berdampak memperlemah pengawasan dan memperkecil pengembalian keuangan negara sebagai sumber APBN.

Padahal, sedianya secara maksimal keuangan negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Pemohon meminta MK menegaskan secara eksplisit bahwa hak angket hanya ditujukan terhadap pemerintah.

Sementara, pemohon dengan nomor perkara 37/PUU-XV/2017 adalah Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu menilai, ketentuan Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 yang mengatur tentang hak angket menimbulkan multitafsir yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik.

Pemohon menilai, kegaduhan tersebut merugikan hak konstitusionalnya. Pemohon meminta MK menyatakan penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara hukum.

Kompas TV Dosen "Kampus Biru" Tolak Pansus dan Dukung KPK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com