JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, sepanjang Agustus 2016-Agustus 2017, terjadi 16 peristiwa kekerasan yang menggunakan pendekatan keamanan oleh aparat kepolisian.
Kekerasan-kekerasan terjadi khususnya di beberapa titik lokasi seperti di Jayapura, Abepura, Merauke, Sorong, Manokwari, Boven, Digoel, Nabire, Wamena, Kepulauan Yapen, Timika, Puncak Jaya dan Deiyai.
"Keenambelas peristiwa yang terjadi selama satu tahun tersebut mengakibatkan setidaknya 44 korban terluka, dan 3 orang tewas," peneliti Kontras Ananto Setiawan dalam jumpa pers evaluasi kinerja Polri, di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Menurut Ananto, motif kekerasan yang didominasi oleh aparat kepolisian jamaknya muncul pada isu pembubaran paksa kegiatan berkumpul publik secara damai disertai dengan penggunaansenjata api yang tidak terukur. Beberapa kasus juga disertai tindak penganiayaan.
(Baca: Massa Serang Kamp Proyek Jembatan di Tigi Papua, 4 Warga Ditembak Polisi)
"Motif pengejaran kelompok OPM (operasi papua merdeka) dan pemburuan simbol determinasi seperti bendera bintang kejora masih menjadi tindakan terkuat kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian," ucap Ananto.
Ananto mengatakan, tantangan dari Kontras yang memantau situasi HAM dan keamanan di Papua adalah sulitnya mengidentifikasi jenjang pangkat, asal kesatuan dan senjata apa yang digunakan.
Beberapa peristiwa melibatkan unsur kekerasan yang berasal dari kesatuan setingkat Polres. Beberapa senjata yang digunakan aparat kepolisian memang menggunakan model peluru karet, yang meskipun tetap membuat korban harus dilarikan ke rumah sakit akibat modus tembakan yang diarahkan begitu dekat.
"Namun belakangan, senjata api kerap dipakai tanpa ukuran prosedur yang jelas, seperti yang baru saja terjadi pada insiden Deiyai," ucap Ananto.
(Baca: Penembakan di Deiyai, Amnesty Minta Investigasi Penggunaan Senjata Api)
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Kamal mengatakan, insiden penembakan di Deiyai berawal dari aksi anarkis yang dilakukan masyarakat terhadap karyawan serta merusak peralatan yang digunakan sebuah perusahaan yang sedang membangun jembatan.
Anggota Brimob disebutkan mengeluarkan tembakan untuk menghalau masyarakat yang menyerang dengan menggunakan panah dan batu.
Sebelum melakukan penyerangan, ada warga yang datang meminta tolong untuk mengantar warga yang sakit namun ditolak sehingga saat setibanya di rumah sakit yang bersangkutan meninggal.
"Akibatnya warga mengamuk dan menyerang karyawan serta merusak peralatan di kamp," kata Kamal.