Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Ungkap Alasan Ahok Tak Dihadirkan di Sidang Buni Yani

Kompas.com - 08/08/2017, 18:00 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada kasus Penodaan Agama, I Wayan Sudirta, menjelaskan ketidakhadiran kliennya dalam persidangan kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan terdakwa Buni Yani, Selasa (8/8/2107).

Sidang digelar di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung. Sudirta mengatakan bahwa faktor keamanan menjadi alasan bagi kuasa hukum yang menyarankan Ahok untuk tidak hadir.

"Keselamatan Ahok tidak terjamin," kata Sudirta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan, banyak masyarakat yang memusuhi Ahok. Hal ini terlihat dari perjalanan kasus penodaan agama.

Ketika isu dan kasus itu bergulir, banyak tekanan massa meminta agar Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Namun, setelah ditetapkan tersangka, tekanan kepada Ahok tak juga surut.

Ia melanjutkan, setelah itu pun Ahok harus melepas jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dan menjalani hukuman penjara.

"Dipenjara (vonis) dua tahun, enggak puas juga, masih teriak 'bunuh Ahok, bunuh Ahok'. Nah, sekarang bagaimana cara memberi keyakinan, agar dia (Ahok) dari Jakarta ke Bandung itu bisa terjamin keamanannya?" kata Sudirta.

Selain itu efisiensi anggaran negara juga jadi pertimbangan. Menurut Sudirta, butuh biaya yang cukup dalam membawa seorang tahanan untuk menjadi saksi dalam persidangan.

Sudirta menganalogikannya dengan biaya pemberangkatan seorang terpidana dari Aceh menuju persidangan di Papua yang ditaksir mencapai Rp 40 juta.

"Dari Aceh ke Papua itu biaya bolak-balik sekitar Rp 40 juta, itu satu kasus untuk satu hari. Bayangkan jika beberapa hari dalam waktu satu bulan, berapa biaya yang harus dikeluarkan," kata Sudirta.

Menurut Sudirta, ketidahkadiran Ahok pada sidang Buni Yani juga dijamin dalam Pasal 116 Ayat 1 KUHAP dan Pasal 162 KUHAP.

Adapun bunyi Pasal 162 KUHAP, yakni "(1) jika saksi sesudah memberikan keterangan  dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggi karena jauh tempat kediaman atau timpat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan;

"(2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang."

(Baca juga: Jaksa Mengaku Tak Bisa Paksa Ahok Hadir Jadi Saksi di Sidang Buni Yani)

Menurut Sudirta, Ahok bertindak sesuai aturan yang berlaku dalam KUHAP.

"Pasal 162 terkait dengan Pasal 116 (KUHAP), cukup dibacakan BAP (berita acara pemeriksaan) dan tidak perlu hadir. Pak Ahok kalau disuruh ikuti aturan, mau dia, sesuai dengan KUHAP mau," kata Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) tersebut.

"Ini bukan kehendak pak Ahok, kami yang menyarankan pak Ahok untuk melaksanakan pasal 162 ini, agar tidak ingkar pada hukum," ujar Sudirta.

Buni Yani sebelumnya menginginkan Ahok hadir di persidangan. Menurut Buni Yani, Ahok wajib datang agar proses persidangan berjalan dua arah dan tidak berat sebelah jika hanya membacakan BAP pemeriksaannya.

"Mestinya dia datang. Bahwa kita kepingin membuktikan apa yang ada di BAP nya ada yang salah," kata Buni Yani saat ditemui seusai sidang di Gedung Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Bandung, Selasa (8/8/2017).

(Baca juga: Buni Yani Tantang Ahok Bersaksi di Persidangan)

Kompas TV Majelis hakim pun mendesak agar jaksa tetap menghadirkan Basuki Tjahaja Purnama sebagai saksi fakta pada persidangan berikutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com