Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Sikap dengan Pemerintah, PAN Klaim Direstui Jokowi

Kompas.com - 22/07/2017, 22:29 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto mengatakan tak masalah partainya berbeda sikap dengan partai pendukung pemerintah lainnya pada pengesahan Undang-Undang Pemilu. Menurut dia, perbedaan sikap itu sudah disampaikan dan direstui Presiden Joko Widodo.

"Kami sampaikan ke pak Jokowi itu kuota hare dan pak Jokowi oke. Termasuk waktu pak Zul (Zulkifli Hasan) ketemu pak Wiranto, tiga hari sebelum ketemu pak Jokowi, sudah kita sampaikan kita mau kuota hare," ujar Yandri ditemui di RS Siloam, Tangerang, Sabtu (22/7/2017).

Dalam pembahasan RUU Pemilu, PAN memilih opsi presidential threshold 10-15 persen dan metode konversi suara Hare.

Pemerintah dan enam partai pendukung pemerintah memilih opsi paket A, dengan angka ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20-25 persen dan metode konversi suara sainte lague murni.

Baca: PAN Beda Sikap dengan Pemerintah, Jokowi Angkat Bicara

Sedangkan Gerindra, PKS dan Demokrat memilih opsi paket B, dengan presidential threshold 0 persen dan metode konversi kuota hare.

Yandri mengatakan, jika Jokowi tak senang dengan langkah PAN sebagai partai pendukungnya, maka Jokowi berhak mengevaluasi posisi PAN di kabinet.

Baca: PAN Sering Tak Hadiri Pertemuan Antar-Fraksi Pendukung Pemerintah

Menurut dia, ketidaksukaan ini lebih banyak datang dari partai pendukung pemerintah. Apalagi, bukan kali ini PAN berseberangan pilihan dengan mereka.

"Memang PDI-P dan kawan-kawan sudah marah dengan PAN pas PAN enggak dukung Ahok. Tapi itu prinsip kita dan kemarin juga mungkin pak Jokowi juga marah pada kami," ujarnya.

Baca: Golkar Mengaku Tak Nyaman dengan Sikap PAN

Kendati demikian, Yandri menyerahkan sepenuhnya kepada Jokowi dan partai lain pendukung pemerintah. Ia memastikan selama ini komunikasi berjalan baik, hanya saja terdapat perbedaan prinsip yang harus diambil PAN.

"Terserah mereka. Kalau di koalisi kami tetap dianggap ya enggak apa-apa, enggak dianggap juga enggak apa-apa," ujarnya.

PAN sebelumnya tidak sejalan dengan koalisi pemerintah saat pengambilan keputusan UU Pemilu.

PAN bersama tiga partai non-pemerintah, yakni Gerindra, Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memilih keluar ruang rapat paripurna atau walkout saat pengambilan keputusan UU Pemilu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017) malam.

(baca: Voting Pengesahan RUU Pemilu Diwarnai Aksi Walk Out Empat Fraksi)

Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto, menyatakan tidak ikut dan tak akan bertanggung jawab terhadap hasil dari voting kelima isu krusial, terutama presidential threshold yang sempat menyandera pembahasan RUU Pemilu.

Kompas TV Pengesahan UU Pemilu Dilakukan DPR Melalui Voting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com