"Proses peradilan itu bukan tidak ada. Jadi logikanya begini, kalau HTI dihubarkan dan mereka merasa tidak bersalah, mereka bisa membuktikannya di pengadilan," kata dia.
Di sisi lain, Erfandi menilai, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas.
Sebab, Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan secara jelas menyatakan pemerintah hanya bisa membubarkan ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Pasal 1, 2 dan 3 yang mengatur tentang asas ciri dan kegiatan ormas yang tidak boleh bertentangan pancasila itu sudah jelas di UU Ormas da itu tidak dibatalkan. Yang dibatalkan hanya 18 pasal," kata Erfandi.
Kegentingan yang memaksa
Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) Jakarta Ali Munhanif berpendapat, pemerintah telah mengambil langkah politik yang tepat dengan menerbitkan Perppu Ormas.
Menurut Ali, saat ini bermunculan ormas radikal dan organisasi yang berorientasi pada aksi kekerasan.
"Menurut saya, secara politik tepat waktu. Dengan banyaknya organisasi yang berorientasi pada radikalisme dan kekerasan, semakin banyak orang percaya pada khilafah," ujar Ali, dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sudah Tepatkah RUU Pemilu dan PERPPU ORMAS?' di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).
Ali mengatakan, jika melihat gejolak sosial yang ada saat ini dan hasil berbagai survei, bisa ditafsirkan adanya situasi kegentingan yang memaksa sebagai dasar penerbitan Perppu.
Adanya aksi teror dan orang-orang yang menyatakan dukungannya terhadap ISIS, kata Ali, merupakan akibat dari maraknya ormas-ormas radikal.
Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan, ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.
Pemerintah juga berhak menafsirkan faktor kegentingan yang memaksa secara sepihak.
Di sisi lain, kata Ali, ormas yang dibubarkan memiliki kesempatan untuk menggugat keputusan pemerintah melalui pengadilan.
"Pemerintah berhak menafsirkan faktor genting. Hasil survei SMRC, yakni 9 persen responden setuju khilafah. Memang kecil, tapi dari ukuran jumlah penduduk, maka sekitar 10 sampai 15 juta orang yang berpandangan seperti itu," kata Ali.
Dari sisi hukum, lanjut Ali, penerbitan Perppu merupakan langkah hukum yang demokratis dalam menata keberadaan ormas.
Melalui penerbitan Perppu Ormas, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang memberangus kebebasan berserikat.
"Saya kira Perppu sebagai proses hukum merupakan jalan demokratis menuju penataan organisasi. Agak naif jika sebuah rezim bisa dengan mudah memberangus kebebasan berserikat dengan sangat mudah," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.