Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengukur Kegentingan Pembubaran HTI dan Penerbitan Perppu Ormas

Kompas.com - 21/07/2017, 13:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerbitan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menuai pro dan kontra.

Demikian pula dengan keputusan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia, 9 hari setelah penerbitan Perppu.

Pihak yang kontra menganggap langkah pemerintah sebagai bentuk pemberangusan kebebasan berserikat.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menilai, pencabutan status badan hukum HTI merupakan bentuk kesewenangan pemerintah.

Baca: Komisi Hukum MUI: Penerbitan Perppu Ormas Bukan Langkah Otoriter

Ismail mengatakan, berdasarkan Perppu No 2 tahun 2017 (Perppu Ormas), pencabutan status hukum adalah sanksi administratif atas pelanggaran yang dilakukan sebuah ormas setelah sebelumnya ada surat peringatan.

"Pencabutan status badan hukum HTI adalah bukti nyata kesewenang-wenangan pemerintah. Menurut Perppu no 2/2017, pencabutan status hukum adalah sanksi administratif atas pelanggaran yang dilakukan sebuah ormas setelah sebelumnya disampaikan surat peringatan," ujar Ismail kepada Kompas.com, Rabu (19/7/2017).

Sementara itu, kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra mengatakan, semua organisasi kemasyarakatan (Ormas) berpotensi dibubarkan oleh pemerintah berdasarkan Perppu Ormas.

Menurut Yusril, beberapa pasal dalam Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat.

Baca: Jubir: HTI Akan Melakukan Perlawanan Hukum

Ia juga menilai, ada ketidakjelasan definisi ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

"Jadi saya ingatkan ke semua pimpinan ormas jangan senang dulu. Sekarang ada yang senang kan, antusias. Ini bisa berbalik ke semua. NU (Nahdlatul Ulama) juga bisa bubar dengan Perppu ormas, karena itu kita harus hati-hati dengan perkembangan ini," ujar Yusril, usai mendampingi Jubir HTI mengajukan gugatan uji materi Perppu Ormas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Namun, pihak yang mendukung langkah pemerintah sepakat dengan adanya situasi kegentingan yang memaksa sebagai dasar penerbitan Perppu Ormas dan pembubaran HTI.

Sebanyak 14 organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) menyatakan dukungan terhadap rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan ormas radikal anti-Pancasila lainnya.

Baca: HTI Akan Gugat Pembubarannya ke PTUN

Menyoal pembubaran HTI

Sekjen DPP Forum Silaturahmi Bangsa (FSB) Junaidi Sahal mengatakan, pencabutan status badan hukum menjadi bukti bahwa ideologi HTI bertentangan dengan Pancasila.

Menurut dia, HTI memiliki agenda mengganti ideologi negara dengan konsep khilafah.

"Mereka ingin mendorong berdirinya negara berdasarkan syariat Islam secara formal dengan kepemimpinan tertinggi di tangan khalifah," ujar Junaidi, dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).

Junaidi menuturkan, isu agama, terutama Islam sebagai agama mayoritas, memang menjadi isu sensitif. 

HTI memandang NKRI dan Pancasila adalah thogut yang tidak berlandaskan pada Al-Quran dan hadist.

Baca: Wiranto: HTI Melawan Hukum kalau Masih Beraktivitas

 

Padahal, kata dia, merujuk pada sejarah, Islam sudah menjadi bagian dari berdirinya bangsa Indonesia yang beragam.

Junaidi mengatakan, paham yang disebarkan HTI berpotensi merusak harmonisasi antar-umat beragama yang sudah terpelihara selama ini.

"Sudah 72 tahun Pancasila terbukti menjadi perekat negeri ini yang dihuni dan diperjuangkan oleh masyarakat dengan berbagai latar belakang suku dan agama," kata Junaidi.

"Telah banyak kita saksikan negara yang homogen pun mengalami perpecahan, perang saudara dan saling menyalahkan atas nama agama, halal, dan haram, hanya karena arogansi dan hasrat politik," ujar dia.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Erfandi.

Erfandi mengatakan, MUI telah melakukan kajian terhadap HTI.

Dalam kajian MUI, HTI dinilai melakukan pelanggaran atas Perppu Ormas dan melawan Pancasila.

"Kiai Ma'ruf itu sudah punya data memang yang dibubarkan oleh pemerintah itu benar-benar melakukan pelanggaran dan melawan Pancasila," ujar Erfandi.

Baca: Ini Saran Polri jika HTI Tak Puas dengan Keputusan Pembubaran

Menurut Erfandi, ideologi khilafah islamiyah yang dianut HTI bertentangan dengan Pancasila.

Selain itu, HTI juga berupaya membenturkan nilai-nilai Islam dengan ideologi Pancasila.

"HTI itu sudah jelas gerakan politik yang akan menegakkan khilafah islamiyah. Ini kan jelas bertentangan dengan Pancasila. Kemudian pancasila dibenturkan dengan Islam itu sendiri. Padahal kan tidak ada pertentangan. Ini dibenturkan antara Pancasila dengan Islam," kata Erfandi.

Dia juga menyayangkan adanya anggapan pemerintah bertindak otoriter dengan menerbitkan Perppu Ormas.

Erfandi menilai, mekanisme pengadilan dalam proses pembubaran sebuah ormas tidak ditiadakan dengan terbitnya Perppu tersebut.

Ormas yang dibubarkan pemerintah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bisa mengajukan gugatan ke pengadilan.

"Proses peradilan itu bukan tidak ada. Jadi logikanya begini, kalau HTI dihubarkan dan mereka merasa tidak bersalah, mereka bisa membuktikannya di pengadilan," kata dia.

Di sisi lain, Erfandi menilai, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas.

Sebab, Undang-Undang No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan secara jelas menyatakan pemerintah hanya bisa membubarkan ormas yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

"Pasal 1, 2 dan 3 yang mengatur tentang asas ciri dan kegiatan ormas yang tidak boleh bertentangan pancasila itu sudah jelas di UU Ormas da itu tidak dibatalkan. Yang dibatalkan hanya 18 pasal," kata Erfandi.

Kegentingan yang memaksa

Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM-UIN) Jakarta Ali Munhanif berpendapat, pemerintah telah mengambil langkah politik yang tepat dengan menerbitkan Perppu Ormas.

Menurut Ali, saat ini bermunculan ormas radikal dan organisasi yang berorientasi pada aksi kekerasan.

"Menurut saya, secara politik tepat waktu. Dengan banyaknya organisasi yang berorientasi pada radikalisme dan kekerasan, semakin banyak orang percaya pada khilafah," ujar Ali, dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sudah Tepatkah RUU Pemilu dan PERPPU ORMAS?' di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (19/7/2017).

Ali mengatakan, jika melihat gejolak sosial yang ada saat ini dan hasil berbagai survei, bisa ditafsirkan adanya situasi kegentingan yang memaksa sebagai dasar penerbitan Perppu.

Adanya aksi teror dan orang-orang yang menyatakan dukungannya terhadap ISIS, kata Ali, merupakan akibat dari maraknya ormas-ormas radikal.

Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan, ada 9,2 persen responden yang setuju NKRI diganti menjadi negara khilafah atau negara Islam.

Pemerintah juga berhak menafsirkan faktor kegentingan yang memaksa secara sepihak.

Di sisi lain, kata Ali, ormas yang dibubarkan memiliki kesempatan untuk menggugat keputusan pemerintah melalui pengadilan.

"Pemerintah berhak menafsirkan faktor genting. Hasil survei SMRC, yakni 9 persen responden setuju khilafah. Memang kecil, tapi dari ukuran jumlah penduduk, maka sekitar 10 sampai 15 juta orang yang berpandangan seperti itu," kata Ali.

Dari sisi hukum, lanjut Ali, penerbitan Perppu merupakan langkah hukum yang demokratis dalam menata keberadaan ormas.

Melalui penerbitan Perppu Ormas, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang memberangus kebebasan berserikat.

"Saya kira Perppu sebagai proses hukum merupakan jalan demokratis menuju penataan organisasi. Agak naif jika sebuah rezim bisa dengan mudah memberangus kebebasan berserikat dengan sangat mudah," ujar dia.

Kompas TV Sikap HTI Soal Pembubaran Ormasnya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

PKB Belum Tentukan Kandidat untuk Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur

Nasional
Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Dirut Jasa Raharja Hadiri Penutupan Posko Angkutan Mudik Lebaran Terpadu oleh Menhub 

Nasional
Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com