Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"NU Itu Mendukung Pancasila, Bagaimana Mungkin Dibubarkan?"

Kompas.com - 20/07/2017, 19:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Taufik Damas, mengomentari pernyataan kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra terkait penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Yusril berpendapat semua ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah menggunakan perppu tersebut, termasuk Nahdlatul Ulama (NU).

"Kalau perppu itu untuk organisasi yang anti-Pancasila, kalau NU itu sangat mendukung Pancasila. Bagaimana mungkin NU dibubarkan? Ya enggak bisa," ujar Taufik saat ditemui dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).

Taufik menilai, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017. Menurut dia, pemerintah tidak akan mempertaruhkan posisi politiknya dengan bertindak otoriter.

(Baca: Peneliti LIPI: Meski Menuai Kritik, Substansi Perppu Ormas Dibutuhkan)

"Jadi kalau kemudian orang membayangkan ada penyalahgunaan perppu sehingga melahirkan sikap kewenang-wenangan, saya melihat tidak sejauh itu," kata Taufik.

Sebelumnya, Yusril menilai beberapa pasal dalam Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat. Ditambah lagi dengan ketidakjelasan definisi ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dengan begitu, semua ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah.

"Jadi saya ingatkan ke semua pimpinan ormas jangan senang dulu. Sekarang ada yang senang kan, antusias. Ini bisa berbalik ke semua. NU juga bisa bubar dengan ormas ini karena itu kita harus hati-hati dengan perkembangan ini," ujar Yusril usai mendampingi Jubir HTI mengajukan gugatan uji materi Perppu Ormas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Dia mencontohkan pasal 59 ayat (4) sebagai salah satu pasal karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebutkan, "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945."

Namun, lanjut Yusril, Perppu tersebut tidak menjelaskan secara detil mengenai penafsiran paham yang bertentangan dengan Pancasila. Di sisi lain, penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah.

(Baca: Yusril: NU Juga Bisa Bubar Melalui Perppu Ormas)

"Pasal ini karet karena secara singkat mengatur paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak mengatur norma apapun," kata dia.

"Dan penafsiran sebuah ajaran, kalau tidak melalui pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda antara satu rezim dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menafsirkan," ucapnya.

Yusril juga menyoroti pasal 59 ayat (4) huruf a mengenai larangan ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan.

Dia menegaskan ketentuan dalam pasal tersebut juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan sanksi hukum yang berbeda. Dengan begitu, kata Yusril, tumpang tindih peraturan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

Halaman:


Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com