Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Terdakwa E-KTP soal Uang Rp 50 Juta untuk Gamawan Fauzi

Kompas.com - 12/07/2017, 19:38 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman, mengakui, ada pemberian uang sebesar Rp 50 juta kepada mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Hal itu dikatakan Irman saat menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).

Irman dan mantan bawahannya, Sugiharto, merupakan terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Dalam pleidoinya, Irman mengakui bahwa ia pernah menerima uang 200.000 dollar AS dari Sugiharto.

Uang itu berasal dari pengusaha pelaksana proyek e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong.

"Dalam hal ini saya akui bahwa benar saya menerima uang dari terdakwa II (Sugiharto)," ujar Irman, saat membacakan pleidoi.

Baca: Jaksa KPK Yakin Gamawan Fauzi Terima Uang Korupsi E-KTP

Menurut Irman, dari total uang yang diterima dari Sugiharto, sebanyak Rp 1,3 miliar dia serahkan kepada Suciati, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha Pimpinan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil.

Irman mengatakan, uang itu dikelola oleh Suciati untuk membiayai keperluan tim supervisi proyek e-KTP.

Ketersediaan dana tersebut, menurut Irman, sangat diperlukan untuk kelancaran proyek e-KTP.

Namun, uang yang diberikan kepada Suciati itu, menurut Irman, dipotong sebesar Rp 72 juta untuk keperluan lain.

Pertama, diberikan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini, sebesar Rp 22,5 juta.

Kemudian, kepada Gamawan Fauzi sebesar Rp 50 juta.

"Bahwa uang Rp 1,3 miliar yang dikelola Suciati merupakan bagian dari uang 200.000 dollar AS yang saya terima dari smSugiharto. Uang itu ditukarkan secara bertahap oleh Suciati menjadi satuan rupiah," kata Irman.

Baca: Dakwaan Korupsi E-KTP, Gamawan Fauzi Disebut Terima 4,5 Juta Dollar AS

Irman dan Sugiharto didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP.

Keduanya masing-masing dituntut 7  tahun dan 5 tahun penjara oleh jaksa KPK.

Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda.

Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.

Selain itu, keduanya dianggap terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.

Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.

Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.

Kedua terdakwa juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.
Salah satunya adalah Gamawan Fauzi.

Namun, saat bersaksi di persidangan, Gamawan membantah hal tersebut. Gamawan merasa tidak pernah menerima uang dalam proyek e-KTP.

Kompas TV Mantan Mendagri Ini Diperiksa KPK Terkait Kasus E-KTP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com