Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Realisasi Pembubaran HTI dan Penindakan Ormas Pro-Kekerasan...

Kompas.com - 11/07/2017, 08:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan, sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam kembali mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan rencana pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Pasalnya, sejak pengumuman rencana pembubaran pada 8 Mei 2017 oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, pemerintah dinilai belum melakukan langkah tegas terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dianggap berideologi anti-Pancasila tersebut.

Pada Jumat (7/7/2017), sebanyak 14 ormas Islam yang tergabung dalam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) memberikan pernyataan sikap dan dukungan terhadap pemerintah terkait rencana pembubaran tersebut.

Tidak hanya kepada HTI, LPOI juga meminta pemerintah bertindak tegas terhadap ormas-ormas radikal yang dinilai mengancam kebinekaan, demokrasi dan Pancasila.

Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengatakan, pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Ormas sebagai landasan hukum untuk membubarkan ormas-ormas radikal.

Munculnya desakan sejumlah ormas Islam itu dinilai menjadi bentuk kekhawatiran akan potensi keterpecahan masyarakat akibat penyebaran paham radikalisme seperti ide pendirian khilafah yang diusung oleh HTI.

Direktur Muslim Moderate Society Zuhairi Misrawi menilai desakan terhadap pemerintah tersebut berangkat dari kekhawatiran bahwa keberadaan HTI justru akan memecah belah umat Islam dan menciptakan konflik internal.

Sebab, menurut dia, secara jelas HTI menganggap kelompok yang tidak menyetujui konsep khilafah adalah kelompok yang melanggar nilai-nilai Islam.

"Klaim HTI yang mudah mengkafirkan sesama Islam, yang menerima atau menerapkan demokrasi itu dianggap kafir, meski sesama Muslim," ujar Zuhairi dalam diskusi "Pembubaran HTI dan Amanat Konstitusi Kita" di gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (10/7/2017).

"Ini tentu berbahaya. Ini kenapa NU begitu tegas karena HTI menciptakan konflik internal di kalangan Muslim. Tentu kami tidak terima jika disebut kafir," tuturnya.

Alasan lainnya, lanjut Zuhairi, HTI kerap memandang negara yang tidak menerapkan syariat Islam merupakan negara kafir. Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar negara dianggap tidak sesuai dengan nilai Islam.

Padahal, kata Zuhairi, dalam muktamar Nahdlatul Ulama tahun 1984 di Situbondo, secara tegas disebutkan bahwa Pancasila sebagai perekat kesatuan bangsa dan tidak bertentangan dengan kaidah Islam.

"Kami menganggap Pancasila itu perekat dan tidak bertentangan dengan Islam. Oleh karena itu perlu ada langkah hukum yang tegas. Negara lain sudah jauh lebih tegas," ucap Zuhairi.

"Tidak hanya membahayakan Pancasila dan kehidupan berbangsa dan bernegara, keberadaan HTI dan ideologinya akan menyebabkan benturan di internal umat Islam," ujarnya.

Tidak cukup pembubaran

Zuhairi memandang pemerintah perlu melakukan langkah hukum yang tegas untuk membubarkan HTI dan menindak ormas radikal lainnya.

Menurut intelektual muda NU itu, pasca-reformasi pemerintah cenderung melakukan pembiaran dan tidak tegas terhadap ormas-ormas radikal pro kekerasan. Kondisi tersebut akhirnya membuat ormas-ormas radikal tumbuh subur di Indonesia.

"Perlu ada langkah hukum yang tegas. Selama ini, khususnya pasca reformasi, terjadi pembiaran oleh pemerintah terhadap kelompok radikal. Ormas radikal dan ormas yang pro kekerasan tumbuh subur," ujar Zuhairi.

(Baca juga: Alasan Sejumlah Ormas Islam Desak Percepatan Pembubaran HTI)

Selain itu, kata Zuhairi, organisasi masyarakat berbasis keagamaan yang dinilai cukup moderat pun harus berperan dalam mencegah penyebaran ideologi radikal, seperti khilafah yang dianut oleh HTI.

Sebuah ideologi tidak akan mati meski organisasi yang menaunginya sudah dibubarkan oleh pemerintah.

"Terkait ideologi, kita perlu juga menyadarkan mereka, memberikan pemahaman bahwa Pancasila itu tidak bertentangan dengan Islam sesuai hasil Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo. Jadi tugas NU tidak berhenti hanya di pembubaran saja," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Bidang Hubungan dan Kajian Strategis PP GP Ansor Nuruzzaman. Dia meminta pemerintah segera merealisasikan rencana pembubaran HTI melalui penerbitan perppu.

"Pemerintah harus segera bertindak tegas terhadap HTI. Menurut saya langkah itu bisa dilakukan dengan penerbitan perppu," ujar Nuruzzaman.

Menurut Nuruzzaman, selain membubarkan HTI, penerbitan perppu juga bisa dijadikan pintu masuk bagi pemerintah untuk menindak tegas ormas-ormas radikal lainnya.

Mengingat, saat ini tidak hanya HTI yang dianggap sebagai ormas radikal dan anti-Pancasila. Bahkan ormas-ormas tersebut tidak jarang melakukan kekerasan.

"Perppu tersebut bisa digunakan untuk membubarkan ormas radikal dan anti-Pancasila lainnya," ucapnya.

(Baca juga: Penerbitan Perppu Dianggap Bisa Menindak Ormas Lain, Tak Hanya HTI)

Hati-hati

Sementara itu, pemerintah tampak sangat berhati-hati dalam menetapkan langkah hukum pembubaran HTI.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto belum bisa mengatakan secara gamblang langkah hukum apa yang akan diambil oleh pemerintah.

Dia hanya menuturkan bahwa pemerintah masih mengkaji upaya hukum terkait rencana pembubaran HTI.

"Kami tidak akan kendor, terus mengkaji dengan baik, dan secepatnya kami akan memutuskan," ujar Wiranto saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2017).

(Baca: 14 Ormas Islam Desak HTI Segera Dibubarkan, Ini Kata Wiranto)

Wiranto pun menegaskan bahwa rencana penertiban dan pembubaran tidak hanya diterapkan terhadap HTI, tapi juga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tak sesuai dengan ideologi negara dan tak sejalan dengan visi misi pemerintah.

"Tidak hanya satu ormas saja, tapi seluruh ormas yang nyata-nyata tidak sesuai dengan yang diharapkan, yang baik dan punya peran mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Pasti ada langkah-langkah tegas untuk kami bubarkan," ujar dia.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com