JAKARTA, KOMPAS.com - Publik harus mengarahkan rekonsiliasi yang digagas Gerakan Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) ke arah rekonsiliasi yang sejati.
Demikian diungkapkan pengamat politik CSIS J. Kristiadi yang ditemui di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (28/6/2017).
"Saya enggak tahu sampai tingkat apa pengetahuan mereka itu tentang rekonsiliasi."
"Oleh karena itu, publik seharusnya mendorong ke arah rekonsiliasi yang sebenarnya," ujar Kristiadi.
Lantas apa maksud rekonsiliasi yang sebenarnya itu?
Rekonsiliasi yang sebenarnya, lanjut Kristiadi, memiliki unsur saling mengampuni sekaligus memperbaharui kesadaran akan nilai yang selama ini dipaksakan untuk berlaku.
"Harus ada unsur saling mengampuni dan juga memperbarui kesadaran."
"Hal yang tidak sadar apa? Misalnya menggunakan sentimen primordial untuk tujuan poliitik. Itu berbahaya sekali," ujar Kristiadi.
Apalagi, GNPF-MUI sudah menyatakan dalam penyelesaian setiap persoalan harus melalui dialog, silaturahmi, serta saling membuka diri dan hati untuk menerima masukan.
Baca: FPI: Sejak Awal Habib Rizieq Ingin GNPF-MUI Bertemu Jokowi
GNPF-MUI, lanjut Kristiadi, juga mengidam-idamkan Indonesia yang damai, bersatu, serta kuat sekaligus berdaulat.
Para ulama GNPF-MUI juga tidak ingin ada perpecahan di elemen masyarakat Indonesia.
Oleh sebab itu, Kristiadi berharap Pemerintah langsung menyambut baik gagasan tersebut dengan menindaklanjutinya melalui kesepakatan teknis satu sama lain.
"Pakai saja acuannya GNPF-MUI soal kita akan menyusun suatu tata negara NKRI lebih utuh. Itu yang harus ditindaklanjuti sekarang. Itu kemajuan yang luar biasa."
"Susun saja agenda-agendanya apa-apa saja. Dengan begitu rekonsiliasi ke arah sejati," ujar Kristiadi.