Asghar Ali Engineer dalam buku Islam dan Teologi Pembebasan ( 1999) halaman 4 memaparkan, semasa Nabi masih hidup dan beberapa dekade sesudahnya, Islam menjadi kekuatan yang revolusioner.
Para sejarawan membuktikan bahwa Nabi sebagai utusan Allah menggulirkan tantangan yang membahayakan saudagar-saudagar kaya di Mekah. Saudagar-saudagar ini berasal dari suku yang berkuasa di Mekah, Quraisy.
Mereka menyombongkan diri dan mabuk kekuasaan. Melanggar norma kesukuan dan betul-betul tidak menghargai fakir miskin.
Orang-orang miskin dan tertindas di Mekah inilah termasuk para budak yang pertama-tama mengikuti Nabi Muhammad SAW ketika beliau mulai menyebarkan ajaran suci Islam. Nabi sendiri seorang yatim piatu dan berasal dari keluarga miskin namun terhormat dari suku Quraisy.
Masih menurut Asghar, Nabi Muhammad SAW melalui dakwahnya menyeru kepada saudagar-saudagar kaya Mekah dengan kalimat yang pasti. Al Quran menyebutkan, "Mereka mengumpulkan kekayaan dan menimbunnya, mereka mengira kekayaannya akan mengekalkannya. Sama sekali tidak! Mereka akan dilontarkan ke dalam neraka Huthamah. Apakah Huthamah itu? Yaitu api yang dinyalakan Allah....(Al Quran:104).
Juga disebutkan dalam Surat 102, "Perlombaan menimbun harta menjadikan kamu lalai, sampai kamu masuk ke liang kubur. Tapi tidak, kamu akan tahu....kemudian pada hari itu kamu akan ditanyai tentang kenikmatan-kenikmatan duniawi."
Emansipasi dalam Islam
Islam sejak awal sudah menekankan adanya emansipasi para budak, emansipasi untuk kaum perempuan, emansipasi semua suku bangsa tak peduli rasnya berasal. Asghar Ali Engineer mengingatkan, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW adalah Bilal, seorang Negro.
Bilal ditunjuk oleh Nabi untuk menjadi muazin, yaitu orang yang ditugaskan melantunkan azan. Waktu itu, dalam konteks masyarakat jahiliah (bodoh), suara azan adalah sebuah ajakan untuk perubahan yang revolusioner.
Untuk menekankan suara azan sebagai suara revolusioner, Asghar Ali Engineer mengutip perspektif dari orang luar lingkaran Islam, yaitu tulisan salah seorang pemeluk Kristen, Raif Khoury, dari Libanon. Raif menggambarkan bagaimana revolusionernya suara azan Bilal di tengah-temah masyarakat yang masih terbelakang saat itu.
Kutipan dari tulisan Raif Khoury ini cukup panjang. Namun, karena isinya yang begitu menggetarkan bagi saya sendiri, izinkan saya untuk mengutip lengkap tulisan Raif Khoury yang disitir Asghar di halaman 5:
"Betapa sering kita mendengar suara azan dari menara di kota-kota Arab yang abadi ini: Allahu Akbar! Allahu Akbar! Betapa sering kita membaca atau mendengar Bilal, seorang keturunan Abyssinian, mengumandangkan azan untuk pertama kalinya sehingga menggema di jaziirah Arab, ketika Nabi mulai berdakwah dan menghadapi pengaiayaan serta hinaan dari orang-orang yang terbelakang dan bodoh.
Suara Bilal merupakan sebuah panggilan, seruan untuk memulai perjuangan dalam mengakhiri sejarah bangsa Arab dan menyongsong matahari yang terbit di pagi hari yang cerah. Namun, apakah kalian sudah merenungkan apa yang dimaksud dan apa isi dari penggilan itu?
Apakah setiap mendengarkan panggilan suci itu kamu ingat bahwa Allahu Akbar bermakna: berilah sanksi kepada para lintah darat yang tamak itu! Tariklah pajak (zakat) dari mereka yang menumpuk-numpuk kekayaaan!
Sitalah kekayaan para tukang monopoli (koruptor - Red) yang menumpuk-numpuk kekayan dengan cara mencuri (korupsi - Red). Sediakanlah makanan untuk rakyat banyak! Bukalah pintu pendidikan lebar-lebar dan majukan kaum wanita!