Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Pondok Pesantren di NTB Terindikasi Sebarkan Paham Radikal

Kompas.com - 13/06/2017, 08:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

MATARAM, KOMPAS.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat, Saiful Muslim mengatakan, seringkali kegiatan keagamaan dijadikan kamuflase bagi kelompok teroris untuk menyebarkan paham radikal.

Ini termasuk pondok pesantren di sejumlah tempat di NTB yang dimanfaatkan anggota kelompok teroris untuk mencari bibit teroris baru dan merencanakan aksi teror.

Saiful mengatakan, setidaknya ada tiga pondok pesantren di NTB yang dianggap menyebarkan ajaran radikal yang mengarah ke aksi teror.

"Di Lombok ada terindikasi pondok pesantren radikal tapi tifak mengarah ke teror. Yang langsung mengarah ke teror ada di Bima dan Dompu," ujar Saiful di kantor MUI NTB, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (12/6/2017).

Ketiga pesantren itu menerapkan sejumlah kegiatan semi militer kepada para santrinya. Namun, polisi tidak bisa langsung menindaknya karena belum ada bukti aksi yang dilakukan.

Untuk menangkal paham radikal itu, Polda NTB, MUI, TNI, hingga intelijen provinsi kerap turun langsung ke pondok pesantren tersebut untuk mencari tahu permasalahannya.

Saiful mengatakan, pendekatan lembut merupakan cara terbaik agar diterima oleh mereka.

"Supaya tidak ada terus permusuhan antara kami. Waktu pertama sekali, masih susah menerima kami. Kemarin kami datang diterima dengan baik. Perubahannya luar biasa," kata Saiful.

Sebelumnya ada satu pondok pesantren yang akhirnya ditutup oleh polisi dan pemerintah setempat karena menyebarkan paham radikal yang berujung ke arah terorisme.

Nama pesantren itu adalah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Pesantren yang dipimpin oleh Abrori ini melakukan kegiatan semi militer dan pimpinannya mendoktrin para santri untuk berjihad.

Pemahaman jihad yang mereka terapkan yakni menegakkan syariat islam dengan melawan pemerintah yang dianggap toghut (tak taat pada Tuhan).

Pada Juli 2011, terjadi ledakan bom di pondok pesantren tersebut. Dari informasi intelijen, sumber ledakan dari bom uji coba yang dirakit para tokoh agama dan santri di pesantren tersebut untuk menyerang polsek terdekat.

Selain itu, salah satu santri pondok pesantren itu yang merupakan anggota kelompok Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), membunuh polisi.

Ia termakan doktrin pengurus pondok pesantren yang menyatakan bahwa mereka dimata-matai polisi dan polisi adalah bagian dari pemerintah yang kafir. Setelah itu, pondok pesantren itu dibubarkan.

"Di UBK mengajak bukan pelajaran agama, tapi pemahaman jihad menurut mereka. Membunuh orang. Dan setiap orang diluar mereka adalah kafir dan harus dibunuh," kata Saiful.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com