JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif bercerita tentang kerja sama internasional KPK dalam pemberantasan korupsi melalui akun Twitter resmi KPK, @KPK_RI.
“Selamat pagi!Saya @LaodeMSyarif. Pagi ini saya akan bercerita ttg Kerjasama Internasional Pemberantasan Korupsi. #ceritaKPK,” kata Laode, melalui akun Twitter, @KPK_RI, seperti dikutip Kompas.com, Jumat (9/6/2017).
Dengan tagar #ceritaKPK, Laoede memposting 30 tweet untuk menjelaskan mekanisme kerja sama internasional menangani kasus korupsi.
Menurut Laode, korupsi adalah kejahatan serius yang sering kali melewati batas negara.
“Krn itu kerja sama antar penegak hukum sgt penting,seperti dikemukakan oleh Kofi Anan “If crime crosses all borders,so must law enforcement,” tulis Laode.
Ia mengatakan, KPK bekerja sama dengan negara-negara lain dalam memberantas korupsi melalui beberapa forum multilateral, regional, dan bilateral.
Dalam kerja sama multilateral, KPK bekerja sama dengan semua penanda tangan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
KPK juga memanfaatkan forum G20, APEC, ASEAN dan lain-lain, karena forum-forum tersebut selalu memiliki agenda pemberantasan korupsi.
Laode mengatakan, KPK bahkan menjadi salah satu motor utama penggerak agenda anti-korupsi pada forum-forum tersebut.
Kerja sama Internasional dalam pemberantasan korupsi membutuhkan juga kerja sama di level nasional.
KPK sering melibatkan Central Authority Mutual Legal Assistance (MLA) di Kementerian Hukum HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Interpol yang berkantor di Mabes Polri.
Biasanya setiap kasus korupsi yang melibatkan negara lain, KPK mengirim surat melalui Central Authority MLA di Kemenkum HAM untuk disampaikan kepada pejabat yang berwenang di negara yang dimintai bantuan.
Setelah itu biasanya diikuti dengan surat menyurat dan pertemuan untuk pembahasan yang lebih teknis.
Jika negara yang dimintai bantuan tidak kooperatif, biasanya diikuti dengan high level meeting antara negara peminta dan negara yang dimintai bantuan untuk kemudian membahas kendala-kendala yang dihadapi oleh kedua belah pihak.
Namun, bantuan timbal balik melalui MLA, menurut Laode, kadang memakan waktu lama.
Di satu sisi, koruptor dan uang bergerak sangat cepat.
“Sehingga KPK kadang terlambat untuk mencegah dan menangkap koruptor,” ujar Laode.
Untuk menyiasati hal itu, KPK bekerja sama dengan badan-badan anti-korupsi di negara lain dalam bentuk kerja sama ‘agency to agency’.
KPK telah bekerja sama dalam bentuk ‘agency to agency’ misalnya dengan CPIB Singapore, FBI USA, SFO Inggris, ICAC Hong Kong, MACC Malaysia, CCDI, MoJ, and Supreme People of Procuratorate (SPP) China, Anti-Corruption Bureau Brunei, AFP Australia, NAZAHA Saudi Arabia dan lain-lain.
Kerja sama ‘agency to agency’ ini biasanya lebih efektif dan cepat prosesnya karena kedua lembaga sudah saling mengenal, sehingga proses birokrasinya bisa dipersingkat selama saling percaya (trust) telah terbangun dengan baik.
Ia memaparkan sejumlah kasus korupsi antar-negara yang ditangani KPK seperti INNOSPEC dan Garuda ditangani bersama antara KPK-CPIB Singapore dan SFO Inggris.
Kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin bahkan melibatkan lebih banyak negara karena ia melarikan diri ke sejumlah negara sehingga KPK harus bekerja sama dengan Interpol.
“Kasus Gayus Tambunan tidak mungkin diselesaikan tanpa bantuan CPIB Singapore, dll,” ujar Laode.
Saat ini, Laode mengatakan, KPK masih menangani sejumlah kasus yang sedang diinvestigasi bersama (joint investigation) dalam bentuk ‘agency-to agency cooperation’.
Selain penanganan kasus, kerja sama internasional dimanfaatkan untuk bertukar pengalaman dan pendidikan, juga untuk meningkatkan kualitas SDM di KPK.
KPK juga menerima officers dari negara lain untuk menimba ilmu dan bertukar pikiran dengan staf-staf KPK.
“Intinya, kerja sama internasional sangat dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi karena uang & koruptor tidak mengenal territorial boundaries,” ujar Laode.