JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menegaskan partainya tak akan mengirimkan utusan ke Panitia Khusus (Pansus) hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR.
Untuk itu, Demokrat enggan bertanggungjawab atas hasil hak angket nantinya.
"Seluruhnya, apapun masalah bekerjanya, hasilnya, apa yang diputuskan, Demokrat tidak ada dalam keputusan tersebut," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
"Demokrat tidak bertanggungjawab terhadap keputusan yang ada di dalam pansus tersebut," sambungnya.
(baca: Dulu Gerindra Walk Out, Kini Kirim 4 Wakil ke Pansus Hak Angket KPK)
Sikap tersebut, kata dia, adalah bentuk konsistensi Demokrat yang sejak awal tak pernah menyetujui pengajuan hak angket KPK.
Hal itu bahkan sudah disampaikan dalam forum sidang paripurna sebagai pandangan fraksi.
"Kami dari awal konsisten tidak mengirimkan, bahwa kami tidak menyetujui adanya pansus tersebut," tutur Wakil Ketua DPR RI itu.
(baca: SBY: Hak Angket DPR terhadap KPK Berbahaya)
Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) sebelumnya menyatakan partainya tak akan mendukung hak angket.
SBY menegaskan, Demokrat mendukung KPK untuk memberantas korupsi tanpa tebang pilih.
"Ada atau tidak kader Demokrat yang terkena korupsi, Demokrat konsisten dukung KPK. Karenanya Demokrat menolak dan tak setuju hak angket DPR terhadap KPK. Itu berbahaya," ujar SBY dalam sambutan Rapat Kerja Nasional Demokrat di Mataram, NTB, Minggu (8/5/2017).
(baca: Ini Daftar 26 Anggota DPR Pengusul Hak Angket KPK)
Presiden keenam RI itu menambahkan, jika angket dilanjutkan, justru akan mengganggu kinerja KPK.
KPK, kata SBY, memang perlu diawasi karena bisa saja salah. Namun, ada banyak cara selain menggunakan hak angket untuk mengawasi kinerja KPK.
"Mencermati latar belakang dan arah angket terhadap KPK tersebut, Demokrat tak ikut bertanggung jawab. Dan konsekuensi logisnya tak akan mengambil bagian dalam angket tersebut," papar SBY.
(baca: PAN, PKB, dan Gerindra Kini Pertimbangkan Kirim Perwakilan ke Pansus Angket KPK)
Saat ini, Pansus Angket KPK baru terdiri dari lima fraksi yang secara resmi sudah mengirim wakilnya ke Pimpinan DPR.
Kelima fraksi tersebut, yakni Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Hanura, Fraksi PPP, dan Fraksi Nasdem.
Adapun Fraksi PKS telah secara resmi menyampaikan penolakannya terhadap hak angket dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu.
Hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK.
Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul.
Komisi III mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.