Faktanya, Indonesia dibangun atas dasar kemajemukan dalam semangat kebersamaan sebagaimana pandangan para Bapak Pendiri Bangsa (Founding Fathers).Tujuan mengganti dasar negara selain Pancasila harus dicegah, yang kalau meminjam istilah Presiden Jokowi, digebuk.
Pada perspektif ini, mungkin ada kelompok yang tidak bersetuju, tetapi saya percaya bahwa direktif Presiden untuk menggebuk siapa pun yang bertindak inkonstitusional dengan niat mengganti Pancasila sebagai dasar negara pasti mendapat dukungan luas masyarakat Indonesia.Pemerintah perlu mencermati isu ini secara terukur akan kemungkinan dibajak oleh kepentingan tertentu yang justru bisa mengesankan bahwa pemerintah tak netral, bahkan mendukung kelompok tertentu.
Indonesia bisa
Beberapa waktu lalu, Duta Besar Kanada untuk Republik IndonesiaPeter MacArthur bertemu saya dan menceritakan bagaimana dirinya dan Pemerintah Kanada sangat terkesan dengan pidato Presiden Soekarno di depan Majelis Tinggi dan Rendah Kanada pada 5 Juni 1956yang intinya menyatakan RI dan Kanada, meski dipisahkan oleh Samudra Pasifik, bertetangga dan punya banyak persamaan atau kemiripan (similarity).
Presiden Soekarno menjelaskan motto Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti kita toleran satu sama lain sebagai satu bangsa, tanpa tekanan, paksaan dari negara. Mengapa Indonesia bisa?Dasarnya, le dÉsir d’Être ensemble, ada keinginan untuk bersatu, bukannya saling mencurigai, mendominasi, dan saling mengancam. Itulah inti pidato Presiden Soekarno tentang kebinekaan Indonesia, lebih dari 60 tahun silam.
Saat ini, pemerintah diharapkan terus melanjutkan pendirian dan komitmen pemerintah sebelumnya dengan terus merajut kebinekaan dalam kerangka kebersamaan agar tetap utuhnya NKRI.Untuk itu, diperlukan kemauan politik (political will) dengan pesan atau narasi yang tidak terlalu sulit dimengerti, seperti statement Presiden Jokowi dalam istilah gebuk.Indonesia telah menjadi role model merujuk kebersamaan dalam kemajemukan.Dan, itu harus dipertahankan.We should be proud of Indonesia--I am.
Julian Aldrin Pasha
Ketua Departemen Ilmu Politik Fisip Universitas Indonesia
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Bersama dalam Kemajemukan".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.