Diterjemahkan hati-hati
Pernyataan dan perintah Presiden Jokowi itu harus dicermati dan segera diterjemahkan secara hati-hati dan kontekstual oleh Kapolri dan Panglima TNI serta seluruh jajaran kabinetnya.
Konsekuensinya, akan ada tindakan di lapangan untuk melaksanakan perintah presiden itu, apapun risikonya, sehingga bisa membahayakan demokrasi dan HAM. Pun dapat menjadi blunder bagi Jokowi.
Hal ini karena situasi di lapangan sangat berbeda-beda dan sangat dinamis, antara satu wilayah dengan yang lain, antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain. Jika tidak hati-hati, aparatur di lapangan bisa dengan mudah “menggebuk” siapapun yang menurut “tafsir” mereka “merongrong” Pancasila dan NKRI.
Jangan sampai ada penafsiran yang sama, misalnya antara "kebebasan berekspresi" dengan "hate speechs." Atau antara "kritik konstruktif" dengan "makar" dan "kebebasan beragama" dan "radikalisme."
Alhasil, negara ini bisa kembali ke era yang mirip dengan Orde Baru, jika definisi dan jenis "gerakan yang merongrong" dan perintah presiden itu tidak dibatasi koridornya secara tegas dan jelas menurut hukum dan HAM.
Untuk itu, “titah” Presiden Jokowi harus ditafsirkan dan diberikan guidance yang jelas dan tegas dengan batas-batas HAM yang boleh dikurangi dan dibatasi. Hal ini sangat penting, agar aparatur negara tidak “kebablasan” dan memakainya secara serampangan untuk main gebuk saja.
Keluarnya pernyataan Presiden Jokowi itu dilatarbelakangi oleh ancaman atas hak negara untuk tetap ada (right to survive).
Maraknya aksi-aksi kelompok intoleran dan radikal, yang terutama memakai isu SARA khususnya dengan membonceng isu penodaan agama, berhasil menarik dan membangkitkan emosi massa.
Isu ini dimanfaatkan oleh kelompok oligarki politik sebagai "peluang" untuk eksis dan berkuasa sehingga ada indikasi makar yang saat ini sedang disidik oleh kepolisian.
Namun apapun ancaman itu, negara tidak diperkenankan memakai cara-cara yang represif dan inkonstitusional. Segala bentuk gerakan anti demokrasi dan HAM, harus diatasi dengan pendekatan yang demokratis dan humanis, bukan sebaliknya.
Baca juga: Jokowi: Ormas Anti-Pancasila dan Komunis, Kita Gebuk, Kita Tendang