Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak Dilahirkan, Gen Manusia Indonesia adaalah Gen Pembauran

Kompas.com - 21/05/2017, 04:07 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Duta Besar Indonesia di Argentina yang juga seorang doktor di bidang antropologi Kartini Sjahrir menyoroti salah satu isu yang belakangan kembali santer di tengah-tengah masyarakat, yaitu mengenai pribumi versus nonpribumi.

Hal itu dia sampaikan saat menjadi tamu dalam pembukaan program Sekolah Guru Kebhinekaan (SGK) angkatan kedua, pada hari ini Sabtu (20/5/2017) di Ruang Perpustakaan, Gedung A, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kartini mengatakan, dalam diskusi sebelumnya bersama ahli genetika dari Lembaga Eijkman, Herawati Supolo Sudoyo, dijelaskan bahwa secara genetik gen orang Indonesia adalah gen pembauran.

Dalam istilah antropologi ada dua ras, yaitu ras Mongoloid yang berasal dari China dan Taiwan, serta ras Negroid yang berasal dari Afrika. Dalam perkembangannya, gelombang migrasi menghasilkan persilangan-persilangan, sehingga manusia Indonesia pun menjadi sangat beragam.

"Sebetulnya, rahim perempuan Indonesia adalah rahim majemuk. Gennya adalah gen pembauran. Sehingga kalau ada yang mau bilang dirinya eksklusif (pribumi) itu tidak mungkin," kata Kartini.

(Baca: Mendikbud Imbau Guru Ajarkan Keberagaman di Sekolah)

Dalam kesempatan itu, Kartini juga mengingatkan kepada peserta mengenai pentingnya menghargai perbedaan Ia terkesan dengan cerita salah seorang peserta Sekolah Guru Kebhinnekaan (SGK), bernama Try Lestari, seorang guru pelajaran agama yang mau mengantarkan anak didiknya yang beragama Katolik ke gereja, untuk memberikan hak si anak belajar agama.

"Tugas guru itu menyampaikan ke anak-anak kita bahwa kita adalah bangsa yang majemuk. Letak geografis kita yang begitu terbuka, menyebabkan kita sangat terbuka akulturasi sebagai unsur budaya yang kita terima dan disesuaikan dengan cara hidup sebagai bangsa negara kepulauan terbesar di dunia," tutur Kartini.

Kartini pun lantas ingat, tatkala ia masuk di SMA Santa Ursula, Jakarta. Dia bilang setengah dari murid-murid di asrama justru beragama Islam, ada juga yang beragama Kristen Protestan. Waktu itu dia dan teman-temannya saling menghormati ibadah pemeluk agama lain. Mereka hidup rukun, namun ada satu cerita lucu yang Kartini kenang.

(Baca: Jokowi: Indonesia Jadi Rujukan Kelola Keberagaman)

"Ada yang masuk ke gereja, bukan karena mau ibadah, tetapi melihat gereja Katedral yang bagus. Dan waktu itu ada seorang pastor tampan dari Filipina. Jadi, ada daya tariknya," kata Kartini disambut tawa peserta SGK.

"Nah apakah itu mereduksi keimanan kita? Tidak sama sekali. Apakah yang Protestan menjadi tidak taat karena masuk gereja Katolik? Tidak," kata dia lagi.

Kartini pun menyampaikan harapan kepada para guru yang mengikuti program SGK, agar bisa merawat kebhinekaan dan menjaga Indonesia. Sebab, pada dasarnya Indonesia adalah bangsa yang bhineka.

Kompas TV Presiden Joko Widodo sempat menyinggung permasalahan SARA dalam peringatan Konferensi Asia Afrika 2017 di Istana Negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com