JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam Jakarta Geopolitical Forum, yang digelar Lembaga Ketahanan Nasional, di Jakarta, Sabtu (20/5/2017), sejumlah akademisi dari negara Inggris, Austria dan Mesir turut rembuk pikiran mengenai cara baru penanganan kelompok radikal, seperti kelompok teroris Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Akademisi dari Inggris Lina Khatib, mengatakan bahwa untuk memerangi kelompok radikal seperti ISIS, perlu strategi baru. Sebab, kata dia, kelompok radikal tersebut sangat aktif merekrut anggota-anggota baru.
"Melawan ekstremisme seperti ISIS. Kita harus benar-benar memerangi mereka dengan strategi baru. Mereka mempengaruhi politik dan ekonomi sebuah negara dengan merekrut anggota baru. Alhasil menambah masalah baru," kata dia.
Tak berbeda, akademisi dari Austria, Fudiger Lohlker juga mengatakan bahwa harus ada strategi baru untuk menangani masalah terorisme. Strategi tersebut kata dia, haruslah strategi jangka panjang.
"Kita harus membuat strategi baru untuk melawan terorisme. Kita harus melawan pemikiran mereka sendiri dengan strategi untuk jangka panjang," kata dia.
(Baca: Rudal dari ?Drone? Inggris Gagalkan Eksekusi Ganda oleh ISIS)
Sementara itu, akademisi dari Mesir, Mohamed Aboel Fadl mengatakan bahwa mengatasi masalah terorisme dengan cara-cara militer atau penegakan hukum oleh polisi saja tidak cukup.
Ia berujar, deradikalisasi akan paham kelompok radikal seperti ISIS harus juga digencarkan. Itu dilakukan agar paham tersebut tak semakin tumbuh kuat. Salah satu caranya melalui pendidikan.
"Mengatasi dengan kekuatan militer atau polisi tidak cukup. Pemerintah Mesir dan Indonesia melakukan deradikalisasi mengembalikan pemikiran mereka jadi moderat," kata dia.
"Tapi itu juga belum berhasil. Deradikalisasi itu kalau sudah keluar dari penjara juga kambuh lagi. Pendidikan itu penting untuk menanamkan pemikiran moderat. Karena itu, di Universitas Al-Azhar Mesir ditata kembali kurikulumnya," tutup dia.