JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Agus Hermanto, menilai tidak ada masalah bila nantinya presidential threshold (PT) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu disepakati untuk ditiadakan.
Agus mengatakan, memang akan berpotensi munculnya banyak calon presiden dan wakil presiden bila PT ditiadakan. Namun, dia meyakini masyarakat Indonesia sudah cerdas dalam menentukan pilihan.
"Nantinya yang berlaga berpotensi banyak dan bisa saja memberi kesulitan. Tapi kan sebenarnya pemilih kan dewasa. Rakyat sudah lebih pandai," ujar Agus Hermanto saat ditemui di ruang kerjanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Terlebih, kata Agus, penggunaan PT sebesar 20 persen tidak relevan karena menggunakan hasil pemilu legislatif 2014. Padahal, menurut dia, situasi politik pada pemilu 2014 dan 2019 berbeda.
Ia pun mengakui, jika PT ditiadakan akan memudahkan parpol untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden sendiri.
Adapun salah satu rekomendasi Rapat Kerja Nasional Demokrat di Mataram, Nusa Tenggara Barat ialah mengusung calon presiden, calon wakil presiden, atau pasangan calon presiden dan wakil presiden di pemilu 2019.
"Memang itu efeknya memudahkan parpol mengusung kader internal sebagai calon presiden atau wakil presiden. Namun yang terpenting adalah logika penggunaan threshold-nya," ujar Agus.
(Baca juga: Jika "Presidential Threshold" 0 Persen, Demokrat Berpotensi Usung AHY)
Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan menolak presidential threshold pada angka 0 persen.
Angka ambang batas yang diusulkan pemerintah yakni parpol atau gabungan parpol yang minimal memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.
(Baca: Ini Alasan Pemerintah Dorong "Presidential Threshold" 20-25 Persen)
Alasannya, proses pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden memerlukan dukungan riil sebagaimana pemilihan calon anggota legislatif.
Dukungan riil tersebut terlihat dari jumlah suara yang diperoleh partai politik pada pemilu legislatif.