Lalu ke mana ia pindah? Ke kamar tahanan tindak pidana korupsi. Di sana jumlah penghuninya tidak sesesak dengan sel tahanan biasa.
Lalu apa konsekuensi perpindahan ini? Sang ayah harus mengeluarkan uang Rp 7 juta dan dipindahkan secara sembunyi-sembunyi pada dini hari.
Harga kebutuhan berkali lipat
Saya tanya pula pada sang ayah yang merupakan pensiunan berusia 65 tahun itu, apa yang paling dirasa berat selama anaknya di penjara, selain batin. Ia menjawab, setiap pekan harus menyediakan uang sebanyak Rp 400.000.
"Untuk apa?" tanya saya.
Ia harus membelikan anaknya makanan yang harganya mencapai dua kali lipat dari harga normal. Saya cukup terkejut ketika dia menyebut bahwa harga air minum ukuran galon dijual Rp 50.000. Padahal di luar, harga normalnya hanya pada kisaran Rp 15.000. Luar biasa.
Saya tanya, apakah makanan tidak disediakan pihak rutan?
Menurut sang ayah, anaknya menganggap jumlahnya sedikit sehingga dia memilih membeli di kantin penjara meski dengan harga yang berkali lipat.
Jika saya hitung, sang ayah harus mengeluarkan uang Rp 3 juta setiap bulannya untuk membiayai kebutuhan anaknya di rumah tahanan.
Dari mana seorang pensiunan menyiapkan uang sebesar itu?
Sang ayah mengaku harus bekerja lagi pada masa pensiunnya. Hal itu demi menambal kekurangan hidupnya dan menutup kebutuhan anaknya di penjara.
Tak ada yang gratis di penjara, semua harus bayar. Tak aneh jika di dalam sana, mereka yang tak punya orang yang membiayai, kerap berjibaku dengan bisnis-bisnis haram. Sering kali terdengar kasus perdagangan narkoba dari dalam sel penjara.
Polisi masih menyelidiki kasus pungutan liar di Rutan Sialang Bungkuk ini. Saya sempat tanyakan ke Kapolresta Pekanbaru Komisaris Besar Susanto, apakah perputaran uang di Rutan Sialang Bungkuk mencapai miliaran rupiah per bulan? Polisi belum bisa memastikan hal ini.
Jika dilihat dari jumlah napi/tahanan yang mencapai 1.870 dan setiap bulan rata-rata jutaan rupiah dikeluarkan, maka kemungkinan jumlah pungutan liar di rutan ini mencapai miliaran rupiah.