Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 10/05/2017, 09:08 WIB
|
EditorBayu Galih

JAKARTA, KOMPAS.com - Gema Demokrasi, yang terdiri dari puluhan organisasi masyarakat mengaggap sejumlah peristiwa yang belakangan terjadi membuktikan bahwa negara dan pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak lagi menjadikan hukum sebagai panglima.

Aktivis Gema Demokrasi, Pratiwi Febry, menyebutkan tiga peristiwa di mana massa seolah punya kuasa untuk menentukan sikap pemerintah, yakni kasus penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan pembubaran pameran karya seni Andreas Iswinarto di Semarang dan Yogyakarta.

"Negara dalam hal ini pemerintah dan lembaga peradilan justru memunculkan wajah yang tunduk pada vigilante serta tekanan kerumunan massa atau mobokrasi," kata Pratiwi melalui siaran pers, Rabu (10/4/2017).

Pratiwi menganggap pemerintahan Jokowi melecehkan demokrasi dan keadilan. Keputusan atas tiga peristiwa tersebut dianggap sebagai "kemenangan" desakan massa tanpa mengindahkan prinsip hukum.

Hal itu bertentangan dengan landasan Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi penegakan hukum yang berkeadilan. Penerapannya pun harus sesuai dengan nilai hak asasi manusia yang tidak pandang bulu.

"Indonesia adalah rech staat (negara hukum) dan bukannya mach staat (negara kekuasaan) yang seharusnya tidak tunduk pada pendapat segerombolan orang yang melakukan tekanan baik terhadap hukum maupun otoritas pemerintah," kata Pratiwi.

"Saat negara tidak lagi tunduk dan taat pada prinsip rule of law pada saat yang sama negara sedang menghancurkan bangunan demokrasi yang ada," ujar dia.

Dalam kasus Ahok, Pratiwi menilai Pasal 156a KUHP yang dilekatkan pada Ahok merupakan pasal karet dan tidak demokratis. Pasal tersebut, kata dia, lahir di masa demokrasi terpimpin yang anti-demokrasi.

Penafsiran terhadap pemenuhan unsur-unsur pasal pun subyektif dan akhirnya melahirkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.

Pratiwi mengatakan, selama ini pasal penodaan agama kerap menjadi alat represi kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas.

"Hal ini ditandai dengan adanya pola yang sama sejak aturan ini dilahirkan, yakni tekanan massa pada setiap penggunaan pasal penodaan agama, sehingga putusan peradilan tidak lagi mengacu pada hukum yang objektif dan imparsial melainkan tunduk pada tekanan massa," kata dia.

Hal lain yang disorot adalah wacana pembubaran ormas HTI secara sepihak oleh pemerintah. Menurut Pratiwi, pembubaran ormas adalah wajah terburuk dari demokrasi karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Meski ada pembatasan, namun seharusnya itu merupakan upaya paling akhir pemerintah sebagai bagian dari penegakan hukum. Pembubaran tidak bisa hanya berdasarkan ujaran semata, melainkan harus dibuktikan melalui proses peradilan yang adil.

Tak hanya itu, sebelumnya juga harus didahului dengan serangkaian tindakan administratif yang diatur oleh undang-undang.

"Jika alasan pembubaran ormas karena ormas tersebut terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang mengganggu ketertiban serta keamanan masyarakat berupa kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan tindak pidana maka seharusnya dilakuan dengan memproses hukum ormas-ormas yang terbukti melakukan aksi kekerasan, bukan memberangus atas dasar perbedaan gagasan," kata Pratiwi.

Gema Demokrasi juga mengutuk keras upaya pembubaran pameran karya seniman Andreas Iswinarto berjudul "Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa" di Pusham UII Yogyakarta dan di Gedung Sarikat Islam Semarang.

Pameran tersebut dianggap menyebarkan paham komunis, kemudian massa mendorong agar dibubarkan.

Semestinya, upaya pembubaran tersebut bisa ditindak tegas oleh pemerintah karena melanggar kebebasan berekspresi dan termasuk tindakan menyebarkan berita bohong.

"Kami mengecam aparat dan intel dari pihak kepolisian yang hanya diam dan tidak melakukan tindakan apa pun serta merestui tindakan main hakim dari ormas-ormas vigilante tersebut, alih-alih melindungi lembaga yang menyelenggarakan acara pameran seni tersebut," kata Pratiwi.

Kompas TV Menko Polhukam Bubarkan Ormas HTI
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Indonesia Fokus Hindari Sanksi FIFA, Jangan sampai Dikucilkan dari Sepak Bola Dunia

Indonesia Fokus Hindari Sanksi FIFA, Jangan sampai Dikucilkan dari Sepak Bola Dunia

Nasional
Ganjar Blunder soal Tolak Israel, 'Dirujak' Warganet, dan Elektabilitasnya yang Terancam

Ganjar Blunder soal Tolak Israel, "Dirujak" Warganet, dan Elektabilitasnya yang Terancam

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Masa Jabatan Kades di MK Kandas | Kapolri Lantik Kabaintelkam

[POPULER NASIONAL] Gugatan Masa Jabatan Kades di MK Kandas | Kapolri Lantik Kabaintelkam

Nasional
Muhaimin Bakal Hadiri Acara Silaturahmi Ramadhan PAN

Muhaimin Bakal Hadiri Acara Silaturahmi Ramadhan PAN

Nasional
Tanggal 3 April Hari Memperingati Apa?

Tanggal 3 April Hari Memperingati Apa?

Nasional
RUU Jakarta Mulai Dibahas jelang Pemindahan Ibu Kota ke IKN

RUU Jakarta Mulai Dibahas jelang Pemindahan Ibu Kota ke IKN

Nasional
BERITA FOTO: Simulasi Perang Khusus Awali Penyematan Brevet Kopaska

BERITA FOTO: Simulasi Perang Khusus Awali Penyematan Brevet Kopaska

Nasional
Ditjen HAM Sebut 60 Persen Tahanan di Indonesia Terkait Kasus Narkotika

Ditjen HAM Sebut 60 Persen Tahanan di Indonesia Terkait Kasus Narkotika

Nasional
BERITA FOTO: Alkes Bekas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Akan Dihibahkan

BERITA FOTO: Alkes Bekas RSDC Wisma Atlet Kemayoran Akan Dihibahkan

Nasional
Amnesty International Menilai Ada Ego Kelompok dalam Penolakan Timnas Israel

Amnesty International Menilai Ada Ego Kelompok dalam Penolakan Timnas Israel

Nasional
BERITA FOTO: Nakes dan Relawan RSDC Wisma Atlet Kemayoran Dipulangkan

BERITA FOTO: Nakes dan Relawan RSDC Wisma Atlet Kemayoran Dipulangkan

Nasional
Usman Hamid Kenang Perjuangan Almarhum Glenn Fredly Bebaskan Tahanan Politik Papua

Usman Hamid Kenang Perjuangan Almarhum Glenn Fredly Bebaskan Tahanan Politik Papua

Nasional
Pentingnya Memastikan Nilai Jenama Lokal dan Idealisme di Dalamnya

Pentingnya Memastikan Nilai Jenama Lokal dan Idealisme di Dalamnya

Nasional
BERITA FOTO: RSDC Wisma Atlet Kemayoran Resmi Ditutup

BERITA FOTO: RSDC Wisma Atlet Kemayoran Resmi Ditutup

Nasional
Sidang Praperadilan Lukas Enembe Lawan KPK Digelar 10 April 2023

Sidang Praperadilan Lukas Enembe Lawan KPK Digelar 10 April 2023

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke