Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Versus KPK

Kompas.com - 08/05/2017, 16:58 WIB

oleh: Eddy OS Hiariej

Dalam satu bulan terakhir ini, masyarakat dipertontonkan dengan sikap ugal-ugalan anggota DPR yang melakukan perlawanan terbuka terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi yang tengah memproses kasus korupsi pengadaan KTP-el.

Bak bola salju, kasus korupsi KTP-el menendang ke segala penjuru dan mengena sejumlah anggota DPR, lengkap dari semua fraksi tanpa terkecuali.

Paling tidak ada dua sikap DPR yang memperlihatkan perlawanan terbuka terhadap KPK.

Pertama, inisiatif pimpinan DPR yang tanpa risi dan malu menginisiasi nota keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas pencekalan yang dilakukan KPK terhadap Ketua DPR Setya Novanto. Kedua, hak angket DPR yang telah disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pada 28 April 2017 yang antara lain meminta kepada KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan terhadap politisi Partai Hanura, Miryam S Haryani, dalam perkara korupsi pengadaan KTP-el.

Tulisan berikut mencoba mengulas sifat dan karakteristik kejahatan korupsi berikut penegakannya. Pertama-tama perlu dipahami bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memiliki sifat dan karakteristik sebagai kejahatan internasional (international crime). Berdasarkan Background Paper Declaratioan of 8 International Conference Against Corruption di Lima, Peru, ada tujuh dampak korupsi yang melatarbelakangi internasionalisasi kejahatan korupsi.

Pertama, korupsi dianggap merusak demokrasi. Kedua, korupsi dianggap merusak aturan hukum, teristimewa pembuatan undang-undang yang sarat dengan praktik suap-menyuap dan dalam penegakan hukum. Ketiga, korupsi menghambat pembangunan berkelanjutan. Dampak yang keempat dari korupsi adalah merusak pasar.

Kelima, korupsi merusak kualitas hidup, khususnya korupsi di sektor pendidikan dan kesehatan. Keenam, korupsi dapat membahayakan keamanan manusia. Ketujuh, korupsi melanggar hak asasi manusia (HAM). Celakanya, semua dampak korupsi tersebut di atas sudah menahun dan pada tahap yang memprihatinkan di Indonesia.

Berdasarkan berbagai dampak tersebut, korupsi dinyatakan sebagai kejahatan internasional sebagaimana yang tertuang dalam United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Pada hakikatnya korupsi sebagai kejahatan internasional merupakan bagian dari hukum pidana internasional substantif.

Menurut Bruce Broomhall, ada lima karakteristik hukum pidana internasional. Pertama, pertanggungjawaban individu. Kedua, pertanggungjawaban pidana individu tersebut tidak tergantung dari jabatan yang melekat pada seseorang. Tegasnya, tanggung jawab individu tidak mengenal relevansi jabatan resmi. Ketiga, pertanggungjawaban individual tersebut tidak tergantung undang-undang nasional suatu negara.

Keempat, pertanggungjawaban dimaksud mengandung konsekuensi penegakan hukum melalui mahkamah pidana internasional atau melalui pengadilan nasional yang dilaksanakan dengan prinsip universal. Kelima, terdapat hubungan erat secara historis, praktik, dan doktrin antara hal-hal yang dilarang dari undang-undang dan landasan hukum internasional pasca-Perang Dunia Kedua.

(Baca juga: Angket Politik DPR)

Arogansi kekuasaan DPR

Kembali kepada sikap perlawanan DPR terhadap KPK dalam mengusut tuntas perkara korupsi KTP-el ada beberapa catatan. Pertama, inisiatif pimpinan DPR untuk mengajukan nota keberatan kepada Presiden atas tindakan pencekalan terhadap Ketua DPR Setya Novanto, memperlihatkan ketidakpahaman terhadap penegakan hukum pemberantasan korupsi.

Sebagai kejahatan luar biasa yang berdimensi internasional, proses pengusutan terhadap saksi maupun pelaku tidak mengenal relevansi jabatan resmi. Jangankan hanya ketua DPR, presiden pun jika dianggap terlibat dalam perkara korupsi dapat dimintakan pencekalan oleh institusi penegak hukum yang sedang menangani perkara tersebut. Pencekalan adalah tindakan yang wajar dalam suatu proses perkara pidana. Bahkan, berdasarkan Pasal 50 UNCAC yang telah diratifikasi, penyidik dapat melakukan penyadapan dan undercover operations terhadap orang yang diduga terlibat dalam suatu perkara korupsi.

Kedua, hak angket terhadap KPK yang telah diputuskan dalam Rapat Paripurna DPR, memperlihatkan arogansi kekuasaan telanjang yang mencoba melawan proses hukum yang tengah dilakukan KPK. Padahal, pengusutan terhadap suatu kejahatan yang berdimensi internasional, tidaklah tergantung dari undang-undang nasional suatu negara. Hal ini didasarkan pada prinsip civitas maxima dalam hukum pidana internasional.

Halaman:


Terkini Lainnya

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok 'E-mail' Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok "E-mail" Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke-55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com