JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia akan menyampaikan laporan mengenai kondisi penegakan HAM di bawah mekanisme Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB pada 3 hingga 5 Mei 2017 mendatang di Jenewa.
UPR Dewan HAM PBB merupakan mekanisme periodik silang review berbagai negara atas kondisi HAM sebuah negara yang dilakukan secara bergantian setiap 4,5 tahun sekali.
Berbagai pihak diberi ruang untuk menyampaikan laporan tertulis, baik lembaga masyarakat sipil, lembaga HAM nasional dan pemerintah.
Bahan-bahan tersebut akan dijadikan dasar berbagai negara anggota PBB untuk review dan menyampaikan rekomendasi pada Indonesia.
Komnas Perempuan sebagai salah satu lembaga HAM nasional juga turut mengikuti proses tersebut.
Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, sebagai bagian dari delegasi Komnas HAM, Komnas Perempuan telah menyerahkan laporan beberapa isu yang terkait hak asasi perempuan.
(Baca: Pemerintah Diminta Terbuka Saat Sidang UPR di Dewan HAM PBB)
"Komnas Perempuan turut mengikuti proses UPR ini dan menyerahkan laporan dalam kapasitas sebagai lembaga HAM dan bagian dari delegasi Komnas HAM," ujar Azriana melalui keterangan tertulisnya, Selasa (2/5/2017).
Adapun isu-isu yang diangkat Komnas Perempuan dalam laporan UPR adalah soal kekerasan terhadap perempuan, percepatan pengesahan RUU penghapusan kekerasan seksual, dan penghentian praktik yang menyakitkan perempuan.
Komnas Perempuan juga menyoroti soal kebijakan penerapan hukuman mati, kerentanan pekerja migran dalam sindikasi narkoba, pelanggaran HAM masa lalu, dan pemenuhan hak korban konflik sosial yang pernah terjadi di Indonesia.
"Komnas HAM juga melaporkan soal pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan jaminan atas ketidakberulangan, utamanya pada konteks konflik yang pernah terjadi di Indonesia, dari Tragedi 65, Timor Leste, Aceh, Papua, Mei 98, dan sejumlah konflik komunal lainnya," kata Azriana.
Selain itu, dalam laporan tersebut, Komnas Perempuan juga menyoroti persoalan kebijakan diskriminatif atas nama agama dan moralitas yang berpotensi mengkriminalkan, membatasi ekspresi dan mendiskriminasi hak kelompok minoritas.
(Baca: Ini Hambatan Penegakan HAM yang Akan Disampaikan Pemerintah ke PBB)
Menurut Azriana, setidaknya terdapat 421 kebijakan diskriminatif yang didokumentasikan oleh Komnas Perempuan.
Kondisi perempuan dalam konflik eksploitasi sumber daya alam dan kerentanan perempuan pembela HAM pun menjadi perhatian.
Azriana berharap, dalam sidang UPR, Pemerintah Indonesia mengadopsi sebanyak mungkin rekomendasi yang disampaikan negara-negara anggota PBB sebagai komitmen untuk meningkatkan perbaikan situasi HAM di Indonesia.
UPR merupakan mekanisme inovatif di mana seluruh 93 negara anggota PBB menjalani proses kaji ulang secara sukarela dan berkala terkait situasi HAM di masing-masing negara.
Mekanisme UPR ini bukan proses mengadili catatan HAM suatu negara.
Berbagai pihak diberi ruang untuk menyampaikan laporan tertulis, baik lembaga masyarakat sipil, lembaga HAM nasional dan pemerintah.
Bahan-bahan tersebut akan dijadikan dasar berbagai negara anggota PBB untuk mereview dan menyampaikan rekomendasi pada Indonesia.
Rencananya, saat sidang UPR besok, delegasi Pemerintah Indonesia akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.