JAKARTA, KOMPAS.com - Setidaknya ada empat partai Islam, atau berbasis massa Islam, yang berpartisipasi dalam Pilkada DKI Jakarta. Keempatnya yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dari keempat partai tersebut, baru PKS dan PAN yang secara tegas menayatakana dukungannya ke pasangan calon Anies Baswedan Sandiaga Uno.
Sementara itu, dukungan PPP dan PKB ke pasangan calon Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Djarot Syaiful Hidayat belum bisa dipastikan. Dukungan yang baru disampaikan masing-masing partai baru dilakukan oleh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW).
Apalagi, seusai penetapan hasil pemilihan putaran pertama, kedua partai tersebut sempat mengisyaratkan untuk mengalihkan dukungannya kepada pasangan Anies-Sandi. Langkah itu dilakukan setelah mereka gagal memenangkan pasangan calon Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviaan Murni, yang notabene juga banyak dipilih oleh para pemilih muslim.
Oleh karena itu, bagi PPP dan PKB, mendukung pasangan Ahok-Djarot bisa jadi mengkhianati para pemilih mereka yang pada putaran pertama telah memilih pasangan calon yang memiliki kesamaan latar belakang agama.
(Baca: Djarot Terima Kasih atas Dukungan dari DPW PPP)
Direktur Eksekutif Indo barometer Muhammad Qodar menilai wajar dinamika yang terjadi pada partai-partai Islam dalam mementukan dukungan di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta.
Menurut Qodari, ada dua petimbangan yang melatarbelakangi arah dukungan partai Islam di Pilkada DKI putaran kedua, khususnya bagi PPP dan PKB.
"Pertama mereka tentu memikirkan basis masa mereka, para pemilih muslim yang dalam hal ini masih mempertimbangkan aspek agama dalam pilihannya, terutama dengan adanya kasus dugaan penistaan agama," kata Qodari saat dihubungi, Minggu (16/4/2017).
Ia menyatakan, sikap pemilih pada Pilkada DKI tergolong unik. Hal ini terlihat dari mayoritas wrga DKI yang muslim sejatinya merasa puas dengan kinerja Ahok Djarot dalam memimpin DKI di periode sebelumnya.
Itu, kata Qodari, terlihat dalam beberapa hasil survei yang telah dilakukan oleh beberapa lembaga survei. Namun, dengan adanya kasus dugaan penistaan agama, mereka berpikir ulang untuk kembali memilih Ahok Djarot.
Hal ini terutama melanda para pemilih yang memiliki latar belakang keagamaan yang kuat.
(Baca: Anies: Haji Lulung yang Pegang "Grassroot" PPP di Jakarta)
Karakteristik pemilih seperti itu memang banyak terdapat pada partai Islam, atau berbasis massa Islam, khususnya di PPP dan PKB.
“Jadi kepuasan atas kinerja Ahok Djarot tidak berbanding lurus pada elektabilitas, sebab sebagian pemilih masih mempertimbangkan aspek emosional dan psikologis mereka dengan adanya kasus dugaan penistaan agama itu," lanjut Qodari.
Pertimbangan kedua, kata Qodari, terletak pada relasi PPP dan PKB dengan partai-partai pendukung pemerintah di gerbong koalisi pada level nasional.
Hal tersebut, menurut Qodari, juga menjadi pertimbangan yang penting. Sangat dimungkinkan gerbong koalisi nasional melihat adanya kesinambungan antara program kerja pemerintah pusat dengan Ahok-Djarot.
(Baca: Alasan Memilih pada Pilkada DKI 2017 Dinilai Tidak Rasional)
Oleh karena itu, dengan mendukung pasangan Ahok-Djarot dinilai turut menyukseskan program kerja pemerintah pusat.
"Apalagi berdasarkan survei, masyarakat puas dengan kinerja Ahok-Djarot, itu lantas menjadi akasan yang rasional bagi partai-partai di gerbong koalisi nasional untuk mendukung Ahok Djarot," ujar Qodari.
“Karenanya, bagi partai Islam yang kemudian mengalihkan dukungannya ke Ahok-Djarot, tugas mereka selanjutnya ialah meyakinkan para pemilihnya kembali supaya akar rumput juga sejalan dengan keputusan elit," ucap dia lagi.